Nusa Dua (Antara Bali) - Indonesia mendorong Interpol untuk memperkuat kerja sama tukar-menukar informasi terkait Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) termasuk meningkatnya pejuang teroris asing (FTF) kembali dari zona konflik sebagai ancaman baru keamanan global.
"Satu sama lain harus komitmen bergandengan tangan, salah satunya untuk saling menukar informasi terkait ISIS," kata Kepala Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri, Inspektur Jenderal Ketut Untung Yoga di sela-sela Sidang Umum Interpol ke-85 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Selasa.
Selain saling tukar-menukar informasi, menghadapi ancaman kejahatan konvensional maupun yang terbaru negara anggota Interpol harus sama-sama memperkuat dalam melatih keterampilan para anggota kepolisian negara masing-masing.
Mantan Wakil Kepala Polda Bali itu juga menekankan bahwa perlu diperluas wawasan pengetahuan dan penguasaan jaringan serta saling membantu pemanfaatan teknologi.
"Semua itu butuh kerja sama intens dan paling penting perlu saling mengenal antaraparat jadi orang yang menangani bidang tertentu harus dalam koneksi kuat dan terbiasa bekerja sama," ucapnya.
Kepolisian Indonesia, lanjut Yoga, memandang penting kerja sama dalam Interpol karena telah memberikan dan menerima manfaat koordinasi negara anggota baik antaranggota maupun secara global sejak Indonesia bergabung tahun 1954 bersama 190 negara lainnya.
"Banyak temuan modus terbaru bisa diketahui meskipun belum terjadi di Indonesia tetapi bisa diketahui dari informasi negara yang sudah mengalaminya sehingga kami bisa belajar bagaimana negara lain dan negara kita menemukan penyelesaian secara hukum maupun nonhukum," katanya.
Teknik, taktik dan teknologi pun, kata dia, bisa diadopsi sehingga dapat meningkatkan kapasitas dalam menangani kasus terkini termasuk memberikan masukan bagi pembentukan regulasi yang belum diatur dalam undang-undang secara khusus.
"Sekarang (kejahatan) sudah tanpa batas antarnegara karena kecanggihan teknologi ini juga menimbulkan jenis kejahatan terorganisir yang tidak hanya melibatkan satu negara tetapi lebih," katanya. (WDY)