Nusa Dua (Antara Bali) - Pertemuan Penanggulangan Pendanaan Terorisme (CTF) II menghasilkan "Nusa Dua Statement" di antaranya menyangkut pengawasan aliran dana lintas negara yang terindikasi digunakan untuk mendanai terorisme.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Muhammad Yusuf di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis, menjelaskan bahwa kesepakatan tersebut tidak mengikat bagi negara peserta karena merupakan forum sukarela.
"Setiap `statement` itu seharusnya mengikat tetapi kami sadar bahwa forum ini berangkat dari sukarela bukan karena ada sanksi," katanya.
Menurut dia, aliran dana tunai lintas batas negara yang menjadi salah satu poin dalam kesepakatan, sulit dideteksi.
Terkait hal itu, PPATK sendiri telah membuat instrumen dalam bentuk peraturan pemerintah yang memberikan kewenangan kepada Bea Cukai untuk juga menggeledah uang.
Selain itu Yusuf menyebutkan adanya pembatasan transaksi tunai untuk mencegah aliran dana untuk terorisme.
Selain terkait pergerakan orang dan uang lintas negara, dalam "Nusa Dua Statement" itu juga berisi poin terkait deteksi penyalahgunaan aliran dana ke yayasan yang digunakan untuk terorisme.
"Kami khawatir digunakan sebagai media untuk tujuan tidak baik. kami perlu berikan pencerahan dan aturan agar lembaga itu selamat dari pendanaan terorisme," imbuhnya.
Poin selanjutnya, kata dia, menyangkut pertukaran informasi, pertukaran analisis dan membangun kelompok ahli di bidangnya masing-masing serta peningkatan kapasitas ilmu dan teknologi di bidang transisi keuangan.
"Kami ingin forum ini ada bukti nyata tidak hanya sekedar di atas kertas. Nantinya pada `summit` di Malaysia, setiap negara akan melaporkan, apa sudah ada kesadaran?. Kalau belum, apa yang perlu dilakukan," ucapnya.
Pembacaan "Nusa Dua Statement" dibacakan pada saat penutupan CTF II di Nusa Dua yang dihadiri sejumlah delegasi dari 26 negara dan 16 organisasi internasional termasuk PPATK dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Australia atau Austrac, Paul Jevtovic. (WDY)