Jakarta (Antara Bali) - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI perlu
menyerukan kepada negara-negara yang bersengketa untuk menghormati
putusan Pengadilan Tetap Arbitrase (PCA) di Den Haag, terkait sengketa
Laut China Selatan.
"Kemlu harus serukan agar pihak yang bersengketa menghormati
keputusan Mahkamah Arbitrase," kata pengamat militer dan intelijen,
Susaningtyas Kertopati, ketika dikonfirmasi di Jakarta, Rabu dinihari.
Menurut dia, menjaga situasi kondusif adalah suatu keniscayaan, oleh
karena itu pemerintah Indonesia perlu mendorong agar negara-negara di
kawasan untuk menjaga situasi kondusif, sehingga tidak terjadi
ketegangan di LCS.
Nuning sapaan Susaningtyas Kertopati berpendapat situasi saat ini
memperlihatkan bahwa pemerintah China begitu ambisius menguasai LCS atau
"unnegociated condition".
"Segala bentuk diplomasi selama ini hanya sebagai bargaining time
untuk siapkan penguatan militer dan ekonominya. Indonesia jangan masuk
dalam jeratnya, tetapi harus berani kritis dan tegas terhadap China,"
tegas Nuning.
Mantan anggota Komisi I DPR ini mengimbau agar seluruh negara ASEAN
yang sengketa wilayah dengan China bersatu melalui defense agreement,
sementara di bidang ekonomi jangan mempermudah ekspansi ekonomi China di
Indonesia.
"Karena saya melihat implikasi dari persoalan kemenangan Filipina
itu dan sikap China akan seperti itu. Ini dilakukan agar China berdamai
dan mengakui kedaulatan negara lain," ucapnya.
Pemerintah Indonesia, tambah Nuning, harus berhati-hati karena
selama ini yang dikenal hanya patroli terkoordinasi atau Coordinated
Patrol. Terminologi "joint patrol" di laut berarti salah satu angkatan
laut akan berada dibawah komando angkatan laut negara lain.
"Apakah TNI AL siap dibawah komando Tentara AL Tiongkok (PLA-Navy)?
Kalau iya, dimana letak kedaulatan dan harga diri bangsa," kata Nuning.
Ia menambahkan, penolakan China terhadap keputusan mahkamah
Arbitrase itu akan berimplikasi luas, oleh karena itu jangan sampai
jerat ekonomi China menjadikan kedaulatan negara tergadaikan.
Pemerintah Indonesia melalui Kemenlu RI mendorong semua pihak tetap
berupaya memelihara suasana kondusif di kawasan Asia Tenggara, khususnya
dengan menghindari aktivitas militer yang dapat mengancam stabilitas
dan perdamaian.
Indonesia juga meminta semua pihak, khususnya
yang terlibat dalam sengketa LCS, yaitu China, Filipina, Vietnam, Brunei
Darussalam, menghormati hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982.
Selanjutnya, Indonesia menyerukan semua pihak terus melanjutkan
komitmen bersama menegakkan perdamaian, serta menunjukkan persahabatan
dan kerja sama, sebagaimana telah diupayakan dan dibina dengan baik
selama ini.
"Untuk itu semua pihak di Laut China Selatan diminta agar tetap
berperilaku sesuai dengan prinsip yang telah disepakati bersama," kata
pernyataan Kementerian Luar Negeri.
Indonesia akan terus mendorong terciptanya zona damai, bebas dan
netral di kawasan Asia Tenggara dalam rangka memperkokoh komunitas
politik dan keamanan ASEAN.
Selain itu, Indonesia mendorong semua negara pengklaim untuk
melanjutkan perundingan secara damai atas sengketa tumpang tindih klaim
kedaulatan di Laut China Selatan sesuai dengan hukum internasional.
Mahkamah Arbitrase, di Den Haag, menyatakan tidak ada bukti sejarah
bahwa China menguasai dan mengendalikan sumber daya secara eksklusif di
Laut China Selatan, pada Rabu waktu setempat.
Pengadilan arbitrase juga menyatakan China telah melanggar hak-hak
kedaulatan Filipina. Disebutkan pula bahwa China telah menyebabkan
kerusakan parah pada lingkungan terumbu karang dengan membangun
pulau-pulau buatan.
China mengklaim nyaris seluruh wilayah Laut China Selatan, termasuk karang dan pulau yang juga diklaim negara lain.
Pada
2013, Filipina mengajukan keberatan atas klaim dan aktivitas China di
Laut China Selatan kepada Mahkamah Arbitrase UNCLOS di Den Haag,
Belanda. Filipina menuding China mencampuri wilayahnya dengan menangkap
ikan dan mereklamasi demi membangun pulau buatan.
Filipina berargumen bahwa klaim China di wilayah perairan Laut China
Selatan yang ditandai dengan sembilan garis putus-putus atau
nine-dash-line bertentangan dengan kedaulatan wilayah Filipina dan hukum
laut internasional. (WDY)
Kemenlu Perlu Serukan Negara Bersengketa Hormati Arbitrase
Rabu, 13 Juli 2016 8:35 WIB