Goresan tangan yang lincah seperti menari-nari di atas kanvas menciptakan warna menyerupai satu bentuk atau simbol yang kaya akan makna, mampu menggambarkan keindahan dan kedamaian dalam sebuah karya lukis.
Jero Mangku Wayan Muliarsa (54), pria kelahiran Banjar Sangging, Kabupaten Klungkung adalah seorang seniman lukis tradisional klasik Wayang Kamasan yang telah menggeluti aktivitasnya itu selama 43 tahun.
"Saya belajar melukis sejak umur sebelas tahun atau sekitar tahun 1973 didasari atas kesenangan melukis wayang. Setiap ada lomba selalu ikut dan sering kali keluar sebagai juara," tutur Jero Mangku Muliarsa mengenang pengalamannya.
Ia merupakan salah seorang dari sembilan seniman Bali yang beruntung menerima Penghargaan Pengabdi Seni yakni penghargaan tertinggi dalam bidang seni dari Pemerintah Provinsi Bali yang diserahkan Gubernur Bali Made Mangku Pastika terkait pelaksanan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-38.
Selain penghargaan sosok Jero Mangku Wayan Muliarsa juga mendapat uang tunai sebesar Rp15 juta yang bersumber dari dua mata anggaran yakni APBD Bali Rp10 juta dan Kementerian Pariwisata Rp5 juta.
Jero Muliarsa sebelumnya dinyatakan lolos seleksi yang dilakukan oleh satu tim Dinas Kebudayaan Provinsi Bali yang beranggotakan utusan dari instansi terkait dalam bidang seni dan budaya.
Masing-masing pemerintah kabupaten/kota mengusulkan sejumlah senimannya yang dinilai mempunyai prestasi dan pengabdian dalam bidang seni dan budaya yang menonjol pada masanya.
Sosok Jero Muliarsa merupakan salah seorang penerus seniman pelukis Wayang Kamasan, di sela-sela melanjutkan pendidikan sejak sekolah menengah pertama (SMP) bekerja melukis dan karya seninya itu dijual untuk membiayai sekolah.
Ketika duduk di sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) pernah mengikuti pameran di Jakarta mewakili Desa Kamasan serta lomba lukis di tingkat Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali maupun tingkat nasional.
Dalam lomba lukis tingkat Provinsi Bali keluar sebagai juara II dan mengantongi sejumlah penghargaan dari berbagai kegiatan yang diikuti antara lain dari Taman Budaya Denpasar, Pemerintah Provinsi Bali dan sejumlah penghargaan bertaraf internasional.
Ia juga merupakan salah seorang keturunan dari Maestro Sangging Madera yang ke-5 yakni merintis lukisan Wayang Kamasan secara otodidak yang telah mengantongi piagam penghargaan dari Bupati Klungkung, Gubernur Bali, tingkat nasional dan sejumlah penghargaan lainnya tingkat internasional.
Soosok pria sederhana itu sehari-hari sebagai pemimpin kegiatan ritual (pemangku) di Pura Kawitan, serta melatih belasan anak-anak untuk belajar melukis. Anak-anak sejak dini dibiasakan untuk melukis dan banyak hasil karyanya dibeli oleh wisatawan dalam dan luar negeri yang berkunjung ke Desa Kamasan, sekitar 50 km timur Denpasar.
Tetap lestari
Seni lukis wayang kamasan yang diajarkan dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan harapan tetap lestari. Jiwa seni yang diwarisi masyarakat Desa Kamasan, Kabupaten Klungkung, Bali itu bisa diwariskan kepada anak cucunya, sehingga lukisan klasik Bali atau yang lebih dikenal lukisan gaya kamasan itu tetap lestari.
Lukisan tradisional Kamasan sering dijadikan contoh ketahanan budaya tradisional Bali dalam menghadapi globalisasi dan munculnya bentuk-bentuk seni dan budaya material baru dengan identitas tradisional yang kuat.
Kepala Program Studi Magister (S-2) Kajian Pariwisata Universitas Udayana Prof Dr I Nyoman Darma Putra, M.Litt mengatakan, pihaknya pernah menggelar seminar global "Kamasan: Daya Jelajah Seni Lukis Klasik Bali" menampilkan pembicara Dr Siobhan Campbell dari University of Sydney, Australia.
Dr Siobhan membahas tradisi lukisan Desa Kamasan, Kabupaten Klungkung, dan hubungannya dengan koleksi seni lukis klasik Bali yang memiliki daya jelajah lokal, nasional dan global yang luar biasa.
Lukisan Kamasan hingga kini tetap mempertahankan fungsi sosial dan keagamaan yang penting dalam budaya lokal. Demikian pula lukisan klasik Kamasan memiliki sejarah interaksi antara agen-agen global dan lokal yang telah menghasilkan lukisan yang beredar di luar daerah setempat.
Lukisan gaya Kamasan kini dikoleksi pencinta seni dan museum di berbagai negara di belahan dunia. Penjelajahan peredaran lukisan dan hubungan antara seniman serta kolektor mengungkapkan interaksi bernuansa lokal dan global yang menjadi ciri transformasi yang sedang berlangsung dalam praktik budaya tradisional Bali, tutur Darma Putra.
Kamasan adalah salah satu Desa di kabupaten Klungkung, Bali, yang memiliki nilai historis, karena salah seorang warganya, Ida Bagus Gelgel (alm), seniman serba bisa pernah mendapat penghargaan seni dari pemerintah Perancis pada tahun 1930.
Penghargaan dunia internasional itu, diraihnya berkat keahlian menciptakan karya seni yang bermutu di atas kanvas saat yang bersangkutan mengadakan pameran ke beberapa negara di belahan dunia.
Berkat promosi lewat pameran perdana seniman Bali ke mancanegara itu, Pulau Dewata mulai dikenal dan sejak saat itu pula, seniman asing berdatangan dan memilih kawasan Ubud, tempat untuk mengembangkan kreativitas seni.
Klungkung, khususnya Desa Kamasan merupakan cikal bakal pengembangan seni lukis tradisional di Bali, karena 89 tahun yang silam hasil kreativitas seniman setempat sudah mampu berbicara di tingkat nasional maupun internasional.
Berkat ketekunan dan kegigihannya dalam membina dan mengembangkan seni budaya Bali, khususnya seni lukis Kamasan, sosok Jro Mangku Wayan Muliarsa mendapat penghargaan pengabdi seni dari Pemerintah Provinsi Bali terkait dengan pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-38 tahun 2016. (WDY)
Muliarsa Penekun Seni Lukis Kamasan Raih Penghargaan
Sabtu, 2 Juli 2016 20:10 WIB