Singaraja (Antara Bali) - Praktisi arsitektur khas Bali Gede Kresna mengatakan desain rumah tradisional Pulau Dewata zaman dulu lebih tahan gempa dibandingkan rumah modern saat ini.
"Bangunan Bali tempo dulu meski dibangun dengan bahan seadanya tetapi memiliki desain kuat mengantisipasi gempa bumi alam maupun akibat gunung meletus," kata Gede Kresna di Singaraja, Sabtu.
Ia menjelaskan, pihaknya mencontohkan bangunan tradisional di Bali utara yang memiliki model dan motif bangunan berkonstruksi tidak menancap ke dalam tanah, tetapi ada di atas tanah, begitu ada gerakan tanah, ikut bergerak atau bergeser, sehingga tidak mengakibatkan korban ketika terjadi bencana gempa bumi.
"Kalau pun ada tembok yang runtuh, orang-orang di Bali Aga, yakni di wilayah Sidatapa mengangkat bangunannya sedikit ke atas. Begitu ada gerakan di bawah, jatuhnya tembok akan keluar karena gravitasi," tuturnya.
Ia menambahkan, bukti nyata kokohnya bangunan tua Bali tempo dulu yakni pada kejadian gempa di Seririt, Buleleng, pada 1976. "Rumah-rumah tradisional di Desa Sidatapa tahan gempa ketika terjadi gempa Seririt dimana rumah tradisional di Sidatapa karena memiliki balai di dalamnya," kata dia.
Selain itu, ia menambahkan, beberapa desa tua yang juga memiliki konsep tahan gempa meski dengan bangunan sederhana seperti di Desa Julah, Pacung, Pedawa dan beberapa desa kuno lainnya. "Bahkan, sampai saat ini di masyarakat Desa Sidetapa masih menggunakan model bangunan tua," papar dia.
Kresna lebih jauh memaparkan, pemerintah hendaknya memelihara konsep lokal genius bangunan Bali yang memiliki nilai dan filosofi tingkat tinggi itu.
"Faktanya saat ini pemerintah malah menjadi perusak, sebagai contoh bangunan tua di Desa Julah dimana pemerintah memberikan bantuan dana perbaikan bangunan dengan mengubah konsep bangunan tua yang ada di daerah itu," katanya. (WDY)