Denpasar (Antara Bali) - Andil subsektor tanaman perkebunan rakyat (NTP-Pr) di Bali dalam membentuk nilai tukar petani (NTP) sebesar 99,41 persen pada bulan Oktober 2015, naik 0,50 persen dibanding bulan sebelumnya (September 2015) tercatat 98,91 persen.
"Meskipun perannya meningkat, namun NTP-Pr masih berada di bawah nilai 100 itu menunjukkan bahwa biaya yang harus dikeluarkan petani dalam subsektor perkebunan lebih besar dari pendapatan yang diterima petani dari hasil perkebunannya," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Panasunan Siregar di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan, secara umum kenaikan NTP subsektor perkebunan dipicu oleh naiknya indeks yang diterima petani (Lt) sebesar 0,53 persen. Sedangkan indeks yang dibayar petani (lb) mengalami kenaikan lebih rendah yakni 0,02 persen.
Beberapa komoditas perkebunan yang memberikan andil atas naiknya indeks yang diterima petani antara lain kelapa, kopi dan cengkeh. Disisi lain kenaikan pada indeks yang dibayar petani dipengaruhi oleh biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) sebesar 0,16 persen.
Sementara dari sisi indeks konsumsi rumah tangga tercatat mengalami penurunan 0,01 persen, ujar Panasunan Siregar.
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Bali I Dewa Made Buana Duwuran dalam kesempatan terpisah menambahkan, harga hasil perkebunan rakyat di Bali masih cukup stabil, meskipun terjadi lonjakan atau pengurangan relatif sedikit dan dalam waktu singkat kembali normal. Harga hasil perkebunan yang menjadi mata dagangan antarpulau maupun yang dijual ke pasar ekspor umumnya stabil seperti kopi, kakao, mete, vanili dan cengkeh. (WDY)