Denpasar (Antara Bali) - Subsektor tanaman perkebunan rakyat (NTP-Pr) di Bali dalam pembentukan nilai tukar petani (NTP) perannya menurun 2,81 persen dari 109,53 persen pada Oktober 2014 menjadi 106,45 persen untuk November 2014.
"Merosotnya NTP itu akibat turunnya indeks yang diterima petani yakni sebesar 1,65 persen dan meningkatnya indeks yang dibayar petani sebesar 1,19 persen," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Panasunan Siregar di Denpasar, Sabtu.
Ia mengatakan, turunnya indeks yang diterima petani didorong oleh menurunnya harga sejumlah komoditas hasil perkebunan.
Komoditas tersebut antara lain kakao, biji mete, kelapa dan cengkeh. Sementara kenaikan indeks harga yang dibayar petani berkat naiknya indeks konsumsi rumah tangga sebesar 1,37 persen serta biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) 0,59 persen.
Harga-harga hasil perkebunan rakyat di tingkat petani di Bali hingga kini fluktuasi, tetapi masih menguntungkan bagi petani pekebun.
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Bali I Dewa Made Buana Duwuran menjelaskan, harga bunga cengkeh kering di tingkat petani di Kabupaten Bangli, Karangasem, Badung dan Jembrana misalnya tercatat Rp150.000 per kilogram turun sedikit menjadi hanya Rp138.000 per kilogram.
Namun harga itu jika dibandingkan awal Januari lalu hanya Rp135.000/kg, maka harga sekarang masih lebih tinggi.
Sementara harga cengkeh yang dalam kondisi basah tetap stabil yakni Rp20.000/kilogram, sedangkan harga kakao di tingkat petani naik sedikit dari Rp 35.800 per kilogram menjadi Rp36.300 per kilogram di daerah perdesaan di Bali.
Panasunan Siregar menambahkan, subsektor tanaman perkebunan merupakan salah satu dari lima komponen pembentukan NTP Bali. Dari lima komponen itu dua di antaranya mengalami kenaikan dan tiga terjadi penurunan.
Dua komponen yang mengalami kenaikan adalah subsektor hortikultura dan subsektor tanaman pangan. Tiga subsektor yang mengalami penurunan selain perkebunan juga subsektor peternakan dan subsektor perikanan, ujar Panasunan Siregar. (WDY)