Denpasar (Antara Bali) - Provinsi Bali mengalami deflasi sebesar 0,64 persen pada Oktober 2015 atau terendah selama 19 tahun terakhir.
"Kota Denpasar pada Oktober 2015 mengalami deflasi 0,56 persen dan Singaraja juga deflasi 1,05 persen," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Panusunan Siregar di Denpasar, Senin.
Ia mengatakan, kondisi ekonomi Bali itu tergolong cukup baik, hal itu sangat dimungkinkan terjadi karena pemerintah daerah serta kabupaten/kota di daerah ini terus mengawal stabilitas harga barang kebutuhan di pasaran.
"Bercermin dari kondisi itu dikaitkan target inflasi Pemerintah Provinsi Bali yang mencapai 4,2 persen pada 2015, nampaknya itu akan tercapai, yang penting pemerintah bisa menekan potensi lonjakan inflasi dua bulan terakhir, khususnya di Desember yang selalu menjadi pendongkrak inflasi dengan adanya hari raya dan pergantian tahun," ujarnya.
Ia menjelaskan, komoditas pendorong deflasi di Kota Denpasar pada Oktober 2015 antara lain daging ayam ras mencapai 0,1837 persen, cabai rawit 0,1766 persen, cabai merah O,0997 persen, dan angkutan udara 0,0345 persen.
Sementara, pendorong deflasi di Kota Singaraja antara lain cabai rawit mencapai 0,5406 persen, daging ayam ras 0,2832 persen, gula pasir 0,1698 persen, dan tongkol 0,0531 persen.
"Selain mengalami penurunan harga, periode yang sama ada juga komoditas mengalami lonjakan atau pendorong inflasi di antaranya ikan jangki 0,0275 persen di Denpasar dan kontrak rumah 0,0315 persen di Singaraja," ujarnya.
Dari 82 kota di Indonesia yang menjadi sasaran survei BPS, tercatat 44 kota mengalami deflasi dan 38 kota mengalami inflasi.
Deflasi tertinggi terjadi di Tanjung Pandan 1,95 persen dan terendah Padang Sidimpuan 0,01 persen.
Inflasi tertinggi terjadi di Manado mencapai 1,49 persen dan terendah di Yogyakarta sebesar 0,01 persen.
Jika diurutkan dari deflasi tertinggi, maka Denpasar menempati urutan ke-9 dari 44 kota yang mengalami deflasi," ujar Panasunan Siregar. (WDY)