Semarang (Antara Bali) - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo
menegaskan program pendidikan bela negara yang diusulkan Kementerian
Pertahanan bukanlah bentuk militerisme.
"Bela negara itu prinsip setiap warga negara. Sebagai warga negara
punya hak dan kewajiban membela negara," katanya usai menghadiri
peringatan Pertempuran Lima Hari di Semarang, Rabu malam.
Menurut dia, bela negara bukan hanya milik TNI dan Polri, namun
seluruh warga negara Indonesia (WNI) harus bersama-sama TNI dan Polri
dalam upaya membela kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
Untuk melakukan upaya bela negara, kata dia, tentunya membutuhkan
pelatihan, sebab yang dibutuhkan dalam upaya mempertahankan kedaulatan
NKRI bukan hanya terkait kedisiplinan.
"Kan tidak hanya disiplin, tetapi harus memahami berbagai hal,
mungkin bagaimana cara menggunakan senjata. Ini penting sekali," kata
sosok kelahiran Surakarta, Jawa Tengah, 1 Desember 1957.
Politikus PDI Perjuangan tersebut menilai program bela negara yang
direncanakan Kemenhan itu sangat perlu dan penting untuk memupuk jiwa
nasionalisme dan semangat membela negara. "Bagaimana berani meninggalkan tugas, meninggalkan keluarga, demi
panggilan negara. Prinsip itu penting, TNI mempunyai Sapta Marga. Harus
berani menentukan sikap, siapa kawan, siapa lawan," katanya.
Oleh karena itu, program bela negara yang sedang dipersiapkan
pemerintah bersama Kemenhan adalah untuk memupuk semangat nasionalisme
dan heroisme seluruh komponen bangsa. "Ini (program pendidikan bela negara, red.) bukan bentuk
militerisme, namun untuk membangun bangsa. Jadi, setiap saat ada
ancaman, kita siap," tegas Tjahjo. (WDY)
Bela Negara Bukan Bentuk Militerisme
Kamis, 15 Oktober 2015 7:16 WIB