Denpasar (Antara Bali) - Bali menghasilkan devisa sebesar 4,83 juta dolar AS dari pengapalan pakaian jadi bukan rajutan selama bulan Juni 2015, meningkat 12,37 persen dibandingkan bulan sebelumnya (Mei 2015) yang tercatat 4,29 juta dolar AS.
"Namun perolehan devisa tersebut menurun 16,92 persen dibandingkan dengan bulan yang sama tahun 2014 yang mencapai 5,81 juta dolar AS," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Panasunan Siregar di Denpasar, Rabu.
Ia mengatakan, pakaian jadi bulan rajutan itu memberikan kontribusi sebesar 12,50 persen dari total ekspor Bali secara keseluruhan yang tercatat 38,64 juta dolar AS selama bulan Juni, meningkat 5,45 persen dibanding bulan sebelumnya tercatat 36,64 juta dolar AS.
Matadagangan tersebut paling banyak menembus pasaran Amerika Serikat yang menyerap 22,13 persen, menyusul Singapura 9,85 persen, Australia 9,82 persen, Jepang 3,37 persen, Hong Kong 2,52 persen dan Belanda 2,66 persen.
Selain itu juga menembus pasaran Perancis 10,35 persen, Inggris 2,17 persen, Jerman 1,11 persen, Thailand 0,50 persen serta 35,52 persen sisanya menembus sejumlah negara lainnya, ujar Panasunan Siregar.
Seorang Pengusaha Eksportir Pakaian Ni Made Wardani dalam kesempatan terpisah menjelaskan, pakaian jadi (garmen) yang diperdagangan ke luar negeri bukan produksi pabrik, namun dibuat secara manual sehingga memiliki nilai lebih di mata konsumen luar negeri, terutama dari Amerika Serikat, Australia dan Eropa.
Walau kondisi pertumbuhan ekonomi negara konsumen belum sebagaimana diharapkan, tetapi pakaian buatan masyarakat Pulau Dewata masih saja ada dikapalkan ke pasaran ekspor.
Jumlahnya memang tidak secerah tahun 1990-an saat itu perdagangan pakaian Bali ke mancanegara sanggat ramai, tetapi sekarang jumlahnya sanggat merosot, disamping mendapatkan persaingan yang begitu ketat dari produksi negara tetangga seperti Tiongkok.
Pakaian Bali terutama yang dibuat dan diisi dengan monte dan bordiran yang diproduksi secara manual memiliki nilai seni lebih apalagi rancangannya disesuaikan dengan perkembangan mode di negara konsumen dipadukan dengan muatan lokal, kata Wardani. (WDY)