Denpasar (Antara Bali) - Pengamat sosial dan politik dari Universitas Pendidikan Nasional Denpasar Dr Nyoman Subanda menegaskan, pegawai negeri sipil tidak boleh berpolitik praktis karena melanggar aturan serta etika dan budaya demokrasi.
"Pegawai negeri sipil (PNS) tidak diperbolehkan adanya politisasi dalam birokrasi. Bila ada pelanggaran tentu tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku serta melanggar etika dan budaya demokrasi," katanya di Denpasar, Rabu.
Dalam konteks negara, kata Subanda, jika suatu daerah atau kabupaten ada PNS yang terlibat dalam politik atau dipolitisasi menandakan adanya indikasi kegagalan dari negara.
Kondisi seperti itu, kata Subanda, mereka harus diberikan sanksi keras, baik secara hukum maupun sanksi sosial terhadap PNS yang terbukti melanggar ketentuan yang berlaku.
"PNS harus secara sadar memahami itu. Mekanisme sanksi telah diatur dalam hukum, etika dan budaya demokrasi juga telah jelas, dan telah disampaikan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah agar PNS tidak terlibat dalam politik praktis. Kalau masih ada yang melanggar betapa `bandelnya` oknum itu," ujarnya.
Ia mengatakan PNS tidak boleh dipolitisasi karena hal itu menyangkut etika dan budaya demokrasi serta menyangkut profesionalisme birokrasi. Birokrasi harus netral, adil dan profesional.
"Profesional dimaksud, yakni tidak adanya kepentingan politik apa-apa tetapi harus `on the right track`. Keterlibatan PNS tidak hanya kegagalan demokrasi tetapi negara dalam konteks administrasi publik, karena birokrasinya tidak profesional, tidak berorientasi pelayanan, dan tidak menjaga netralitas," ucap pria asal Kabupaten Buleleng itu.
Untuk itu, Subanda mengharapkan agar penyelenggara pemilu dalam hal ini Bawaslu melalui Panwaslu untuk proaktif dan menindaklanjuti berbagai masukan, mengidentifikasi dan melakukan klarifikasi serta melaporkan kepada pihak berwenang bilamana terdapat bukti pelanggaran.
"Upaya ini agar menjaga netralitas dari birokrasi untuk lebih fokus pada pelayanan publik, bukannya terlibat dalam politik praktis," katanya. (WDY)