Jakarta (Antara Bali) - Tahukan Anda bahwa mengonsumsi air sebenarnya
bukan hanya meminumnya, tapi juga termasuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari seperti mandi, mencuci, masak dan lain-lain.
Tokoh
lingkungan hidup Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
(FEUI) Profesor Emil Salim mengatakan, penghematan air sangatlah
diperlukan dan dibutuhkan partisipasi masyarakat.
"Meski lebih dari 70 persen permukaan bumi terdiri dari air, tidak
berarti sumber daya air kita melimpah dan tak pernah habis karena
nyatanya hanya sedikit saja air yang bisa dikonsumsi," kata Emil Salim
dalam sebuah diskusi kelestarian air dan lingkungan "Pelestarian air dan
lingkungan sebagai tanggung jawab bersama" di Belly Clan Restaurant,
Jakarta, Kamis.
Ada sebuah konsep perhitungan jejak air atau "water footprint"
untuk mengindikasikan jumlah air yang digunakan individu, komunitas
maupun industri saat memproduksi barang. Perhitungn air itu diartikan
secara virtual dari pemakaian air hujan (green water foodprint), air permukaan atau air tanah (blue water foodprint) hingga air untuk mengolah limbah atau (grey water foodprint).
Sebagai
contoh, untuk memproduksi satu kilogram daging dibutuhkan 15.000 liter
air dan 8.000 liter air untuk memproduksi sebuah celana jeans. Hal itu
menunjukkan konsumsi atas barang-barang tersebut jauh lebih banyak dari
rata-rata air yang dikonsumsi, sekitar delapan liter per hari.
Arsitek perkotaan sekaligus inisiator Indonesia Berkebun Sigit
Kusumawijaya mengatakan, meski hanya sebagai indikasi virtual, namun
secara ilmiah perhitungan jejak air harus memberikan kesadaran bagi
manusia untuk mulai berpartisipasi melestarikan air.
"Caranya sederhana saja, cukup dengan bijak memilih produk yang efisien air dalam proses produksinya," kata Sigit. (WDY)
Ketika Air Bumi Mulai Terbatas
Jumat, 10 Juli 2015 8:34 WIB