Nusa Dua (Antara Bali) - Pemerintah Indonesia mendorong industri perikanan dunia, khususnya tuna untuk melakukan penangkapan ikan jenis itu secara berkelanjutan dengan mempromosikan penangkapan ramah lingkungan mengingat tingginya permintaan tuna di dunia.
"Permintaan yang meningkat akan sumber tuna yang bertanggung jawab, industri perikanan tuna dihadapkan pada tantangan besar di masa depan," kata Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Saut P. Hutagalung pada Forum Bisnis Internasional Perikanan Tuna di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Selasa.
Menurut dia, pemerintah berupaya meningkatkan produksi industri tuna secara berkelanjutan dengan menerbitkan kebijakan moratorium perizinan kapal eks asing berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 tahun 2014 dan pelarangan alat tangkap merusak berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 tahun 2015.
Peraturan itu dikeluarkan guna menguatkan kedaulatan negara di bidang perikanan sehingga, lanjut dia, keberlanjutan usaha akan menjadi landasan kesejahteraan sektor perikanan.
Sektor perikanan, khususnya penangkapan tuna, Indonesia mempromosikan penggunaan metode "pole and line" dan "handline" sebagai metode penangkapan ikan ramah lingkungan dengan menggunakan pancing, telah mampu menghasilkan 150 ribu ton per tahun.
Dia menyatakan kepada ratusan peserta forum yang merupakan pelaku bisnis sektor tuna, akademisi dan pemerintah terkait, bahwa metode penangkapan ramah lingkungan tersebut memberikan kontribusi nyata bagi mata pencaharian masyatakat nelayan.
"Sektor perikanan telah mempekerjakan sekitar 11 persen tenaga kerja nasional sebagai nelayan tradisional. Di Indonesia, `pole and line serta handline` memiliki peran penting dalam mengentaskan kemiskinan, meningkatkan mata pencaharian, mempertahankan bisnis dan meninkatkan pertumbuhan ekonomi," ucapnya.
Ia menyebutkan bahwa metode tersebut bisa menjadi contoh bisnis tuna dengan cara yang berkelanjutan mengingat sepertiga ketersediaan tuna diperkirakan ditangkap dengan cara tidak berkelanjutan, sedangkan sekitar 66,7 persen menggunakan metode yang berkelanjutan.
Saut lebih lanjut menjelaskan bahwa selama lima tahun terakhir, Indonesia menjadi penghasil tuna terbesar kedua di dunia dengan memasok 16 persen total produksi dunia berdasarkan data Badan PBB bidang makanan dan pertanian (FAO) tahun 2014.
Saut mengutip Badan Pusat Statistik yang mencatat pada kuartal I 2015, produksi perikanan surplus pada sektor perdagangan dengan tuna sebagai komoditas yang paling banyak menyumbang nilai ekspor yang mencapai 89,41 juta dolar AS. (WDY)