Denpasar (Antara Bali) - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Bali memberikan toleransi waktu kepada lembaga penyiaran untuk mengubah tayangan "Tri Sandhya" hingga paling lambat 22 Maret 2015.
"Lebih cepat perubahannya lebih baik karena tuntutan masyarakat seperti itu. Batas waktu tersebut telah menjadi kesepakatan antara KPID Bali, lembaga penyiaran, dan PHDI," kata Ketua KPID Bali Anak Agung Gede Rai Sahadewa pada penyerahan rekaman audio Puja Tri Sandhya dari PHDI Bali kepada lembaga penyiaran televisi di Denpasar, Senin.
Menurut dia, Parisada Hindu Dharma Indonesia Bali telah menyelesaikan proses rekaman suara, gender dan gentha. Sekarang tinggal lembaga penyiaran TV melengkapi dengan visual gambar. Pengambilan gambar untuk setiap bait mantram juga telah disiapkan pedomannya.
"Jadi lembaga penyiaran tinggal mengambil gambar sesuai panduan. Jika terdapat kesulitan dalam pengambilan gambar, pihak lembaga penyiaran juga dapat bekerja sama dengan PHDI," ucapnya.
Ia berharap setelah ada pedoman bersama, lembaga penyiaran tidak lagi membuat tayangan siaran Tri Sandhya yang disusupi dengan kepentingan iklan. Masuknya pesan iklan dalam tayangan Tri Sandhya yang paling sering dikritisi oleh masyarakat. Belum lagi dalam beberapa gambar menampilkan gaya hidup mewah.
"Setelah 22 Maret, kami harapkan tidak ada lagi pesan iklan, selama ini pesan iklan itu yang diprotes keras masyarakat," tegasnya.
Sementara itu, Ketua PHDI Bali I Gusti Ngurah Sudiana menyampaikan dalam panduan pembuatan visual gambar telah diberikan pedoman. Visual gambar dalam tayangan Tri Sandhya harusnya menampilkan simbol-simbol agama, pura, keindahan alam dan prosesi upacara.
"Tayangan Tri Sandhya jangan lagi menampilkan figur ketokohan salah satu orang atau disisipi iklan. Jangan memfigurkan orang, itu tidak disarankan," ujarnya.
Sesuai panduan yang dibuat oleh PHDI Bali, bait pertama Tri Sandhya visual gambarnya harusnya menampilkan keindahan alam semesta atau bumi. Bentuknya dapat gambar hamparan sawah atau matahari terbit. Pada intinya menampilkan bhuwana agung (alam semesta) untuk menggambarkan kebesaran Tuhan sebagai penguasa semesta.
Pada mantram bait kedua sesuai pedoman harus menampilkan Dewa Wisnu dan perkembanganya yang bersifat universal. Pada mantram bait ketiga menampilkan Dewa Siwa.
Khusus bait keempat, tambah dia, dapat menampilkan visual gambar kehidupan sosial masyarakat. Sebagai contoh kehidupan sosial adalah prosesi simakrama (silahturahmi) di masyarakat. Namun prosesi simakrama tersebut harus dari tokoh adat atau agama bukan simakrama tokoh politik. Visual gambar kehidupan sosial juga dapat menampilkan proses panen.
Sedangkan pada mantram bait kelima, visual gambarnya dapat menampilkan suasana meditasi dan persembahyangan. Penampilan visual meditasi juga diharapkan yang benar dan tidak asal mengambil gambar.
Sementara pada mantram bait keenam, visualisasi gambar harusnya menggambarkan suasana kedamaian. Visualisasi tersebut dapat berupa matahari terbenam atau gambar yang menampilkan suasana kedamaian. (WDY)
KPID Beri Toleransi Pengubahan Tayangan "Tri Sandhya"
Selasa, 24 Februari 2015 4:11 WIB