Jakarta (Antara Bali) - Lembaga swadaya masyarakat Komisi untuk Orang
Hilang dan Korban Tindak Kekerasan bersama-sama Jaringan Advokasi
Tambang mendesak pemerintah mencabut perpanjangan izin Freeport karena
tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.
Siaran pers
bersama Kontras-Jatam yang diterima di Jakarta, Sabtu, menyebutkan
desakan agar pemerintah melalui Kementerian ESDM wajib mencabut nota
kesepakatan terkait dengan perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga
untuk perusahaan tambang ini hingga Juli 2015 perpanjangan.
Alasan
mereka, kebijakan pemberian izin ekspor konsentrat PT Freeport sejak
awal telah jelas-jelas melanggar UU No. 4/2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batu Bara.
Kedua LSM itu juga mendesak Ketua DPR RI
membentuk pansus atas pelanggaran pemerintah yang tidak konsisten
menerapkan Pasal 5 UU No. 4/2009.
Selain itu, Kontras-Jatam juga
berpendapat bahwa Freeport untuk segera bertanggung jawab atas dugaan
tindakan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia (HAM) serta
merealisasikan kewajibannya membangun smelter.
Sementara itu,
Gubernur Papua Lukas Enembe menyatakan bahwa masyarakat Papua akan
menutup dan mengusir PT Freeport dari provinsi itu jika tidak membangun
smelter atau pengolah bahan mineral di daerah Papua.
"Seluruh
masyarakat Papua menolak pembangunan smelter Freeport di Gresik, Jawa
Timur, sementara bahan mentahnya dari Papua," kata Lukas Enembe di
Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (29/1) malam.
Ia
menyatakan bahwa Papua tidak akan mengalami kemajuan jika hanya dikeruk
sumber daya alamnya tanpa ada pengolahan di lokasi yang sama.
Sebagaimana
diwartakan, pemerintah memahami keinginan PT Freeport Indonesia meminta
perpanjangan kontrak di wilayah tambang Grasberg, Papua, pascahabis
pada tahun 2021.
Menteri ESDM Sudirman Said saat rapat kerja
dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Senin (26/1), mengatakan bahwa
Freeport memandang perlu kepastian perpanjangan kontrak atas rencana
pengeluaran investasi senilai 17,3 miliar dolar AS.
"Kami pahami
Freeport yang membutuhkan kepastian karena berencana alirkan dana
sebesar 17,3 miliar dolar AS. Dana sebesar itu tidak dialirkan kalau
tidak ada kepastian berapa lama mereka masih di sini lagi," katanya.
Sementara
itu, PT Freeport Indonesia (PTFI) mengapresiasi keputusan pemerintah
untuk memperpanjang nota kesepahaman (MoU) amendemen karya selama enam
bulan ke depan sejak 25 Januari 2015.
"Perseroan Terbatas
Freeport Indonesia sangat mengapresiasi apa yang diputuskan oleh
Pemerintah sehingga PTFI tetap bisa meneruskan operasionalnya," kata
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Syamsoeddin dalam
konferensi pers di Kementerian ESDM Jakarta, Minggu (25/1).
Ia
mengatakan bahwa PTFI akan terus berupaya untuk terus memberikan manfaat
dan nilai tambah secara berkelanjutan kepada negara Indonesia dan
masyarakat Papua pada khususnya.(WDY)
LSM Desak Pemerintah Cabut Perpanjangan Izin Freeport
Sabtu, 31 Januari 2015 13:46 WIB