Jakarta (Antara Bali) - Indonesia diharapkan bisa menjadi produsen
biofuel terbesar karena memiliki potensi kehutanan yang besar sebagai
basis bahan baku biofuel.
Penasihat Senior Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan IB
Putera Parthama di Jakarta, Kamis, mengatakan Indonesia memiliki banyak
potensi bahan bakar alternatif dari kehutanan, seperti geothermal,
tenaga air, dan biofuel.
"Kami harapkan ke depan Indonesia menjadi Middle East untuk
biofuel," katanya usai lokakarya kemitraan untuk solusi regional program
pembangunan berkelanjutan yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan bersama dengan United Nation-Sustainable Development
Solutions Network (UN-SDSN).
Ia mengatakan potensi bahan baku untuk biofuel di Indonesia terutama
dari hasil kehutanan sangat besar, termasuk untuk menghasilkan etanol
dan metanol.
Menurut dia, selain kemauan politik untuk mendorong pengembangan
biofuel, juga perlu ada penguasaan teknologi untuk menghasilkan biofuel
maupun biomass yang efisien.
Dalam lokakarya yang dihadiri banyak pakar dunia tersebut, kata
dia, ada perusahaan Amerika Serikat, GE, misalnya telah memiliki
teknologi untuk menghasilkan biofuel maupun biomass yang efisien.
"Bisa saja Kementerian Lingkungan Lingkungan Hidup dan Kehutanan
mengembangkan fasilitas pengolahan biofuel di setiap hutan tanaman
energi," katanya.
Selain itu, dalam pembangunan berkelanjutan khususnya di bidang
energi, ia juga menyinggung pentingnya mengoptimalkan potensial
geothermal sebagai bahan bakar energi alternatif pengganti energi fosil.
"Selama ini kegiatan penambangan geothermal terkendala izin dan prinsip kehati-hatian," katanya
Namun soal perizinan, Putra perkirakan semakin mudah terkait sudah
adanya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, meskipun
prinsip kehati-hatian akan tetap dipegang karena terkait penggunaan
hutan.
Lebih jauh Ketua Dewan UN-SDNS Mari Elka Pangestu mengatakan lokarya
regional untuk pembangunan berkelanjutan tersebut secara khusus
ditujukan untuk membantu Indonesia mencapai tujuan penurunan emisi gas
karbon sebesar 26 persen pada 2020.
"Lokakarya ini menghasilkan rencana aksi dan usul untuk membantu
Indonesia menurunkan emisi gas karbon, baik di bidang transportasi,
energi, gedung, dan pariwisata," katanya.
Kehutanan menjadi perhatian, lanjut mantan Menteri Perdagangan itu
karena 87 persen masalah penurunan emisi bisa dilakukan dari sektor
kehutanan.
Berbagai rekomendasi dan rencana tindak program pembangunan
berkelanjutan dengan tujuan penurunan karbon itu, juga akan dibagi ke
negara anggota lainnya di kawasan Asia Pasifik, kata Mari.(WDY)
Indonesia Bisa Jadi Produsen Biofuel Terbesar
Jumat, 28 November 2014 7:32 WIB