Jakarta (Antara Bali) - Anggota Komisi VI DPR Lily Asdjudiredja
menilai, larangan para menteri, Panglima TNI, Kapolri, para Kepala Staf
Angkatan, Kepala BIN, dan Jaksa Agung tidak menghadiri undangan rapat
DPR, sangat disayangkan karena suasana di DPR yang sudah mulai sejuk dan
kondusif menjadi panas lagi.
"Kenapa sampai ada larangan semacam itu? Pada era Soeharto dulu saja
tidak demikian. Presiden justru menyuruh menterinya kalau ada undangan
rapat DPR, meskipun sedang ada sidang kabinet. Nah, kok sekarang malah
dilarang, ini sama saja tidak menghargai DPR sebagai institusi," kata
Lily di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin.
Kata Lily, rapat-rapat di DPR itu penting, membahas masalah negara dan
kehadiran menteri untuk mewakili presiden. Lily curiga, jangan-jangan
larangan itu pemerintah takut dikorek, apa kerjanya selama ini? Atau,
pemerintah takut diawasi DPR.
"Gara-gara larangan itu dan suratnya Rini Soemarno ke DPR, rapat dengar
pendapat Komisi VI DPR dengan Garuda dan Inalum batal. Saya dengar,
raker Komisi III DPR dengan Menkumham juga batal karena menterinya tidak
hadir," tegas Lily.
Lily mengingatkan, sesuai pasal 197 Tatib DPR, kalau pejabat negara
dipanggil 3 kali DPR tidak hadir dengan alasan yang tidak jelas, maka
DPR bisa menggunakan hak interpelasi, angket, dan hak menyatakan
pendapat. "Secara perorangan, anggota DPR bisa menggunakan hak
bertanya," ujar Lily.
Sekretaris Fraksi Golkar Bambang Soesatyo menyarankan agar kesepakatan
damai antara Koalisi Merah Putih (KMP) dengan Koalisi Indonesia Hebat
(KIH) dibatalkan saja, karena meskipun KMP sudah mengalah, terus saja
diinjak-injak.
"Saya usul, batalkan saja kesepakatan damai antara KMP dengan KIH, nggak
ada gunanya. Pengorbanan kita tidak dihargai sama sekali. Buat apa
presiden buat larangan agar menteri-menteri tidak menghadiri undangan
DPR, ini kan memanas-manasi suasana saja," katanya. (WDY)
Larangan Pejabat Hadiri Rapat di DPR Disayangkan
Selasa, 25 November 2014 10:47 WIB