Denpasar (Antara Bali) - Para pelaku perkawinan campur di Indonesia menilai UU Keimigrasian yang mengatur izin tinggal sangat merugikan keluarga mereka karena menghilangkan hak hak sipil sebagai warga negara.
"Saat ini UU Keimigrasian masih belum mengakomodir kebutuhan tinggal dan menetap seorang WNA yang berakar dari ikatan keluarga perkawinan campuran," Kata Ketua Umum Masyarakat Perkawinan Campuran Indonesia Rulita Anggraini di sela-sela diskusi tentang UU Keimigrasian di Sanur, Rabu.
Selama ini, katanya, persepktif yang dipakai dalam mengatur izin tinggal bagi WNA menyangkut soal ketenagakerjaan. Padahal mereka telah melaksanakan perkawinan yang sah dan hak untuk tinggal bersama keluarganya merupakan hak asasi yang diatur dalam UUD 1945.
Dalam UU Perkawinan No 1 1974 menyebutkan bahwa hak untuk memilih pasangan guna membentuk keluarga yang sejahtera harus dilindungi.
Karena itu ketentuan izin tinggal keluarga perkawinan campur tersebut yang mengharuskan disponsori perusahaan tempat bekerja dalam jangka waktu tertentu dinilai memberatkan mereka.
"Kaum perempuan yang melakukan perkawinan campur dengan pria asing dengan pemberlakuan UU Keimigrasian ini banyak kehilangan hak sipilnya untuk berkumpul dengan keluarga karena dibatasi izin tinggal," kata dia didampingi Juliani Luthan, pengurus lainnya.
Pihaknya berharap pemerintah menyadari bahwa kehadiran orang asing di Indonesia sebagai akibat perkawinan campur sehingga mestinya keberadanya bisa dilindungi.
"Sudah saatnya Indonesia menerapkan izin tinggal tetap bagi keluarga perkawinan campuran," tegas dia.
Dalam diskusi tersebut hadir sebagai pembicara Sekretaris Jenderal Lembaga Studi dan Advokasi Keimigrasian dan Kewarganegaraan (LSAKK) Agung Sampurna, dan puluhan keluarga perkawinan campuran di Bali.
Dua hal yang tengah diperjuangkan mereka adalah, pertama izin tinggal tetap bagi suami atau istri WNA yang berada dalam ikatan perkawinan yang sah dengan WNI.
Kedua izin tetap diberikan kepada anak hasil perkawinan campuran berusia dewasa yang berkewarganegaraan asing yang salah satu orang tuanya WNI.
"Usulan ini telah diterapkan di berbagai daerah di dunia bahkan negara-negara tetangga seperti Thailand, Brunei Darussalam dan Singapura," sebutnya.
Banyak masalah terjadi akibat tidak adanya izin tetap bagi WNA dalam ikatan keluarga perkawinan campuran terkait keimigrasian, rasa tidak aman dan nyaman maupun tidak adanya rasa terlindungi secara hukum.(*)