Denpasar (Antara Bali) - Empat anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Bali sepakat mendukung desa adat menerapkan Undang-Undang Desa.
"Kami tegas empat orang senator mendukung desa adat untuk didaftarkan di pusat sebagaimana diatur dalam UU Desa," kata anggota DPD RI Arya Wedakarna mewakili empat senator dari Bali lainnya saat menghadiri pengarahan terkait UU Desa di Kantor Gubernur Bali di Denpasar, Kamis.
Pihaknya mendukung Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali yang sebelumnya mengusulkan untuk mendaftarkan desa adat kepada pemerintah pusat terkait penerapan UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa itu.
Rektor Universitas Mahenderadatta Denpasar itu menjelaskan bahwa sejumlah nilai plus didapatkan apabila mendaftarkan desa adat.
"Kita bisa memperjuangkan pengadilan agama Hindu hingga kesejahteraan adat," tegasnya.
Ia bahkan mengklaim bahwa sebanyak 54 perguruan tinggi swasta di Pulau Dewata sependapat dengan dirinya untuk mendaftarkan desa adat.
Pandangan senada juga diungkapkan anggota DPD RI lainnya, Gede Pasek Suardika. Mantan politikus Partai Demokrat itu mendukung agar desa adat didaftarkan dibandingkan desa dinas.
"Desa adat jelas diberi kewenangan berdasarkan hak asal usul dan diakui oleh negara. Kenapa kita lepaskan itu?. Begitu banyak ruang yang diberikan negara," ucap mantan Politisi Partai Demokrat itu.
Dukungan senator dari Pulau Dewata itu hadir di tengah pro dan kontra di kalangan masyarakat, elit politik, dan kepala daerah di Bali mengenai pemilihan desa adat atau desa dinas yang akan didaftarkan kepada Pemerintah Pusat terkait UU Desa.
Namun pandangan berbeda disampaikan Ketua Forum Perbekel (Kepala Desa) Provinsi Bali Gede Pawana yang menyatakan menolak apabila desa adat didaftarkan mengingat sejumlah desa dinas dan desa adat di Pulau Dewata masih menghadapi permasalahan kompleks, termasuk masalah tapal batas.
"Kami menolak (pendaftaran desa adat). Apakah harus memilih desa adat atau desa dinas atau tetap seperti sekarang?," ucapnya.
Pihaknya juga meminta jaminan dari pihak terkait apabila desa adat benar-benar didaftarkan mengingat undang-undang tersebut merupakan produk politik yang sewaktu-waktu bisa berubah.
Sebelumnya sejumlah akademisi juga mengkritisi pendaftaran desa adat. Salah satunya guru besar Universitas Udayana, Profesor I Gde Parimartha, yang menyatakan bahwa posisi desa adat di dalam UU Desa merosot karena berada dalam struktur desa dinas.
Ia menyatakan bahwa apabila didaftarkan maka desa adat akan banyak diintervensi oleh pemerintah dinas atau negara sehingga mengurangi sifat otonomnya.
"Desa adat tetap memposisikan diri sebagai subyek hukum. Apabila desa (desa dinas) didaftar, maka hak-hak tradisi masyarakat adat tetap melekat, tidak hilang. Bila itu hilang, menurut saya terjadi perampasan hak, dapat diperkarakan," kata Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Bali itu. (WDY)
Anggota DPD Bali Sepakat Dukung Desa Adat
Kamis, 16 Oktober 2014 19:55 WIB