Denpasar (Antara Bali) - Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana Dr I Dewa Gede Palguna mengkritisi apabila pendaftaran desa adat dilakukan karena dinilai akan merampas otonomi desa adat.
"Definisi desa adalah sebagai alat pemerintahan daerah terendah. Kalau demikian berarti dia (desa adat) bukan lagi menjadi kesatuan masyarakat hukum adat yang otonom. Karena bukan otonom, berarti tidak boleh memiliki kekayaan karena kekayaan itu adalah milik negara," katanya ditemui dalam Seminar Nasional Dinamika Kewarganegaraan di Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, Selasa.
Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi itu juga mengkritisi UU Desa yang belum menjawab terkait persoalan tersebut.
Palguna mengaku bahwa dirinya telah mempelajari naskah akademik UU Desa termasuk penjelasan pasal demi pasal dalam undang-undang tersebut.
"Kita harus memilih daftarkan yang mana (desa dinas atau desa adat). Tetapi yang menjadi pertanyaan, dalam norma tidak ada keharusan untuk memilih tetapi di penjelasan harus memilih. Kalau kita biarkan seperti sekarang, kan tidak ada masalah," ucapnya.
Ia juga mengkritisi UU Desa tersebut yang belum memberikan penjelasan terkait aset desa adat apakah akan menjadi aset negara atau malah tetap akan menjadi aset milik desa adat apabila didaftarkan.
"Kalau aset sudah dimiliki desa adat dan ketika didaftarkan menjadi desa, maka asetnya akan tetap menjadi aset desa atau aset negara?. Kalau menjadi aset negara, maka desa tidak memiliki kemerdekaan, tidak memiliki hak untuk mengatur. Begitupula jika ada investor datang, tidak perlu minta izin ke desa," imbuhnya.
Persoalan kompleks beberapa desa adat di Pulau Dewata, kata dia, juga memerlukan identifikasi mendalam terkait wilayah yang hingga saat ini masih tumpang tindih.
"Seperti di Desa Adat Mengwi yang wilayahnya tidak saja mencakup di Kabupaten Badung tetapi juga di Kabupaten Tabanan, bagaimana pengaturan administrasinya? Pernahkah mereka melakukan identifikasi itu?," tanyanya.
Begitupula dengan anggapan pihak tertentu yang ngotot mendaftarkan desa adat ke dalam UU Desa yang menyatakan bahwa UU Desa akan memperkuat posisi desa adat dan hanya akan mengurusi urusan adminitrasi semata.
"Penjelasan akan memperkuat itu dari mana?. Itu harus ada kepastian hukum bukan semata argumen lisan saja. Kalau terkait administrasi saja, dari mana dasar kewenangan dalam undang-undang itu yang memungkinkan hanya menyangkut administrasi saja atau malah itu belum diatur?. Kalau itu terjadi, itu tidak bisa," tegasnya.
Sebelumnya dalam "Paruman Agung" atau Kongres III Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) menyepakati untuk mengusulkan mendaftarkan desa adat kepada Kementerian Dalam Negeri terkait penerapan UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
Saat ini jumlah desa adat di Bali mencapai 1.488 sedangkan desa dinas mencapai 716. (WDY)