Negara (Antara Bali) - Solihin, ketua kelompok peternak "Siap Bali" Desa Pulukan, Pekutatan, Kabupaten Jembrana, mengeluhkan peraturan Gubernur Bali terkait larangan memasukkan ternak unggas ke Pulau Dewata.
Peraturan dimaksud nomor 44 tahun 2005 tentang penutupan atau larangan sementera memasukkan/mengirim unggas dari luar Pulau Bali, kata Solihin, Selasa.
Peraturan itu dinilai menghambat usaha peternakan unggas, seperti ayam. "Karena peraturan tersebut sampai sekarang belum dicabut, kami kesulitan untuk memperoleh dan mengembangkan bibit unggul khususnya jenis ayam petelur," ujarnya.
Ia menyampaikan hal itu setelah usahanya memasukkan 400 ayam induk jenis mutiara dari Banyuwangi, dihadang polisi di Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk dan dimasukkan ke karantina untuk dimusnahkan.
Di sisi lain, Ketua DPRD Jembrana I Made Kembang Hartawan mengaku belum menerima keluhan tersebut secara resmi dari masyarakat yang datang ke kantor DPRD Jembrana.
"Tapi tetap akan kami tindaklanjuti dan kami pelajari terlebih dahulu terkait dengan aturan tersebut. Kami harapkan masyarakat datang langsung ke kantor wakil rakyat," ujar Kembang.
Terkait dengan keluhan kelompok peternak tersebut, Solihin mengaku terdapat beberapa bibit unggul yang cocok dikembangkan dan bisa menguntungkan perekonomian masyarakat khususnya peternak ayam.
Dari pengakuannya, ia bersama 13 orang anggota kelompok ternak "Siap Bali" di Desa Pekutatan, sempat melakukan pemesanan bibit unggul ayam petelur jenis mutiara sebanyak 400 ekor yang didatangkan dari Banyuwangi.
"Ayam tersebut merupakan persilangan antara ayam lokal dan ayam Arab yang hasilnya menjadikan ayam jenis Mentari bertubuh kecil tapi produksi telurnya tiga kali lipat dari ayam jenis lokal," kata Solihin.
Produksi telur dari ayam lokal tiap periode bertelur sekitar 12 butir, sementara untuk unggas persilangan itu produksi telurnya bisa mencapai 30 butir.
Lagi pula, lanjut Solihin, sifat ayam jenis persilangan tersebut tidak memiliki karakter mengeram dan makanannya juga tidak boros, sehingga menghemat pakan.
Menurut Solihin, untuk satu ekornya dibeli dengan harga Rp25 ribu dan ia membeli bibit tersebut bersama kelompoknya sebanyak 400 ekor dengan harga mencapai Rp14 juta.(*)
Kelompok Peternak Keluhkan Peraturan Gubernur Bali
Selasa, 17 Agustus 2010 20:45 WIB