Mataram (Antara Bali) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan 50
persen perusahaan pertambangan yang kini menjalankan usaha di sektor
tersebut tidak membayar royalti kepada pemerintah.
"Itu baru
royalti, belum lagi mereka ini tidak memiliki izin usaha pertambangan
(IUP) sehingga tidak memiliki NPWP. Coba bayangkan berapa kerugian
negara dari sektor pertambangan saja. Triliunan," kata Ketua KPK Abraham
Samad di Mataram, Jumat.
Karenanya, KPK kata Abraham Samad telah
meminta kepada pemerintah untuk mencabut izin perusahaan tambang yang
menyalahi aturan dan telah merugikan bangsa Indonesia tersebut.
"Sumber
daya alam kita itu sungguh luar biasa dan merupakan penghasilan nomor
dua setelah pajak. Bahkan, di masa lalu sumber daya energi ini paling
banyak kebocorannya," tegasnya.
Menurutnya, saat ini jumlah
penduduk di Indonesia sudah mencapai 250 juta jiwa, sedangkan jumlah
orang miskin sebanyak 29 juta orang (11 %). Jumlah ini sama dengan 29
juta penduduk Malaysia. Namun, jika seluruh kekayaan tersebut benar
masuk ke pemerintah, tentu akan mampu mengatasi kemiskinan yang ada di
Indonesia.
Oleh karena itu, guna mencegah kebocoran. KPK pernah
memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk merenegosiasi seluruh
kontrak perusahaan pertambangan yang kini beroperasi di Indonesia.
"Tapi
rupanya ini tidak serius dilakukan pemerintah, karena ada kekhawatiran
pemerintah digugat di sidang arbitrase internasional," ujarnya.
Disebutkannya,
dari kalkulasi KPK potensi kerugian negara dari sektor pertambangan dan
energi saja bisa mencapai 10 ribu triliun pertahun, sedangkan jika
potensi tersebut diperoleh secara maksimal, pemerintah Indonesia bisa
mendapatkan memperoleh keuntungan Rp15 triliun dari sektor pertambangan.
Ia
kemudian mencontohkan daerah-daerah yang berada di Pulau Kalimantan
yang kaya dengan sumber daya alam, namun meski pun dari sisi sumber daya
alam melimpah, namun masyarakatnya jauh dari kesejahteraan.
"Kami
ini sudah turun ke daerah-daerah dan melihat. Yang kaya itu hanya
penguasanya saja. Jadi antara pemberi izin dan diberi izin, tetapi
masyarakatnya tetap saja tidak sejahtera," ujarnya.
Oleh
karena itu, kata Abraham Samad mengapa saat ini KPK tengah serius
mengontrol perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan yang kini
tengah beroperasi di Indonesia. Termasuk, serius dalam menangani kasus
korupsi di Kementerian ESDM yang salah satunya telah menyeret mantan
Menteri ESDM Jero Wacik menjadi tersangka.
"Karena apa, kami ingin bagaimana rakyat dari Sabang sampai Merauke bisa merasakan kesejahteraan," kata Abraham Samad. (WDY)
KPK: 50 Persen Perusahaan Tambang Tak Membayar Royalti
Sabtu, 13 September 2014 10:33 WIB