Jakarta (Antara Bali) - Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pengujian Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 28 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang mengatur pendidikan khusus profesi advokat (PKPA) yang selama ini dilakukan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva saat membacakan amar putusan di Jakarta, Kamis.
Dalam pertimbangannya, mahkamah menilai permohonan pemohon bukanlah konstitusionalitas norma, tetapi merupakan persolan implementasi dalam pelaksanaan PKPA.
"Berdasarkan pertimbangan di atas, mahkamah berpendapat bahwa permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum," kata Muhammad Alim saat membacakan pertimbangan hukumnya.
OC Kaligis bersama associates-nya yaitu YB Purwaning M. Yanuar, Bharata Ramedhan, Slamet Yuwono, Heru Mahyudin, Medyora Cahya Nugrahenti menguji Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 28 UU No 18 Tahun 2003 yang mengatur pendidikan khusus profesi advokat (PKPA) yang selama ini dilakukan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) sebagai wadah tunggal organisasi advokat yang dipersoalkan sejumlah advokat.
OC Kaligis dkk menilai frasa yang dilaksanakan oleh organisasi advokat dan satu-satunya dalam pasal itu mengakibatkan hilangnya hak konstitusional advokat seperti dijamin Pasal 28C ayat (1) UUD 1945.
Pemohon mengungkapkan bahwa pihaknya sudah bermitra untuk menyelenggarakan PKPA sejak tahun 2008, namun itikadnya dipersulit Peradi untuk melaksanakan PKPA, sehingga, pemohon tidak dapat mengadakan PKPA ketiga kalinya di tahun 2013 sesuai perjanjian kerja pemohon dan PERADI bernomor No. 026/PERADI-PKJS PKPA/13.
OC Kaligis dan associates mengaku diberi izin menyelenggarakan PKPA sebanyak tiga kali dalam setahun, tetapi pada 2013 pihaknya dipersulit menyelenggarakan PKPA yang ketiga kalinya.
Pemohon mengungkapkan peserta PKPA sebanyak 153 di tahun 2013 hingga kini belum menerima sertifikat PKPA yang dikeluarkan Peradi.
Pemohon menilai Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) UU Advokat tidak adil bagi pemohon karena memberikan kewenangan mutlak kepada Peradi sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang menyelenggarakan PKPA.
Dengan aturan tersebut sangat merugikan hak konstitusional pemohon di bidang penyelenggaraan pendidikan yang tidak dapat menyelenggarakan PKPA tanpa seizin Peradi.
Karena itu pemohon meminta agar MK membatalkan frasa "yang dilaksanakan oleh organisasi advokat" dalam Pasal 2 ayat (1). (WDY)