Bangli (Antara Bali) - Ribuan pegawai tidak tetap atau PTT di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bangli, Bali, terancam pemutusan hubungan kerja secara massal karena pemerintah daerah tak mampu membayar honorariumnya.
"Kami sangat prihatin terhadap keberadaan ribuan PTT itu yang hingga kini pendataannya tak jelas dan banyak yang tidak memenuhi persyaratan. Selain itu, mereka terancam PHK karena APBD Bangli tak mampu membayarnya lagi," kata Wakil Ketua DPRD Bangli I Made Sudiasa, Kamis.
Selain tak mampu menggaji, katanya, diduga banyak pegawai "siluman" yang keberadaannya tak sesuai persyaratan dalam Peraturan Pemerintah No 48 tahun 2005 dan PP 43/2007 tentang proses pengangkatan tenaga honorer menjadi calon pegawai negeri sipil.
Dengan munculnya surat edaran dari Menpan No 05 tahun 2010 tentang pendataan ulang para pegawai tidak tetap itu, diperkirakan akan banyak tenaa honorer yang akan dikenakan PHK.
"Banyak pegawai yang dipekerjakan tanpa rekomendasi pejabat berwenang, sehingga muncul kesan sebagai pegawai 'siluan'. Kasus itu harus segera dituntaskan melalui pendataan ulang," kata Sudiasa.
Bukan hanya itu, saat ini pihaknya juga menduga banyak terjadi rekayasa pengangkatan tenaga honorer, sehingga jumlah pegawai tidak di Pemkab Bangli semakin banyak.
"Saya yakin tak semuanya bisa diangkat, karena sesuai persyaratan, pegawai yang bisa diangkat menjadi CPNSD jika memiliki masa kerja minimal satu tahun pada 31 Desember 2005," katanya.
Padahal PTT yang ada saat ini, kebanyakan direkrut tahun 2010, sehingga sudah pasti tidak memenuhi persyaratan tersebut.
Terkait persoalan itu, kata Sudiasa, pihaknya mendesak kepada seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk jujur dalam melakukan verifikasi pendataan, sehingga pelaporan ke pusat sesuai dengan ketentuan dalam surat edaran Menpan.
"Saat ini keberadaan ribuan PTT itu kesannya ditutup-tutupi. Padahal dalam surat edaran telah ditegaskan apabila ada pejabat yang melakukan pemalsuan data, akan dikenakan sanksi pidana," ujarnya.
Sudiasa berharap Bupati Bangli I Made Sugianyar tegas dalam menangani masalah tersebut, sehingga persoalan PTT tidak menjadi masalah besar.
Pemerintah kabupaten harus lebih mengintensifkan koordinasi dengan pemerintah pusat, sehingga pendataan honorer jelas serta sesuai dengan peraturan yang ada.
Apalagi, sambung Sudiasa, Gubernur Mangku Pastika telah menegaskan pada saat proses verifikasi APBD Bangli, bahwa dalam verifikasi itu disebutkan meminta anggaran untuk memembayar honorarium PTT.
Ketimbang meminta anggaran untuk pembayaran PTT yang mencapai belasan miliar rupiah, lebih baik dialihkan untuk kepentingan masyarakat.
"Tetapi kenyataanya saat ini pihak eksekutif seolah-olah tidak mengetahui imbauan itu, sehingga jumlah PTT dibiarkan membengkak. Kalau sudah ada masalah, baru bingung," jelasnya.(*)