New York (Antara Bali) - Harga minyak AS bangkit dari tingkat terendah
enam bulan pada Kamis (Jumat pagi WIB), menyusul laporan-laporan bahwa
pemerintahan Obama sedang mempertimbangkan serangan udara di Irak.
Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate
(WTI) untuk pengiriman September, menguat 42 sen menjadi ditutup pada
97,34 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Patokan Eropa, minyak mentah Brent untuk pengiriman September naik
89 sen menjadi menetap di 105,44 dolar AS per barel di perdagangan
London.
Kenaikan terjadi menyusul laporan-laporan bahwa Presiden Barack
Obama sedang mempertimbangkan serangan militer terhadap ekstrimis Sunni
di Irak setelah mereka menyerang sebuah kota yang didominasi etnis
Yazidi Irak, penganut sebuah agama kuno pra-Muslim yang minoritas.
Juru bicara Gedung Putih Josh Earnest tidak mau mengkonfirmasi
laporan-laporan bahwa serangan udara AS berada di atas meja, tetapi
mengatakan personel Amerika sedang mempelajari kondisi-kondisi di
lapangan bekerja sama dengan pasukan keamanan Irak.
Berita utama tentang Irak "menjadi fokus kembali perhatian pasar
pada beberapa hotspot geopolitik yang sebelumnya menjadi pendorong"
harga minyak, kata Gene McGillian, pialang dan analis di Tradition
Energy.
"Kami masih belum memiliki resolusi untuk setiap hotspot di dunia."
McGillian mengatakan harga minyak AS telah kehilangan lebih dari 10
dolar AS sejak 13 Juni, menambahkan, "kita mendekati bottom."
Para pengamat mengatakan fundamental pasar minyak di Amerika
Serikat masih lemah karena para pedagang melihat penggunaan bensin yang
lebih rendah setelah musim mengemudi musim panas berakhir.
Tetapi gambar permintaan yang lesu itu diimbangi oleh kekhawatiran
tentang masalah politik yang dapat mempengaruhi produksi di Irak, Libya
dan Rusia.
Meningkatnya kekerasan di Irak, produsen minyak mentah terbesar
kedua di Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), telah mendorong
harga minyak mentah naik pada Kamis.
Militan Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) melanjutkan
pertempuran sengit dengan pasukan keamanan Irak di beberapa provinsi
Irak. Irak adalah eksportir minyak terbesar kedua di OPEC setelah Arab
Saudi, mengekspor sekitar 2,5 juta barel per hari, menurut Badan
Informasi Energi AS.
Bertahannya kekhawatiran geopolitik di Ukraina juga mendukung harga
minyak mentah. Rusia merupakan negara produsen minyak penting, dan
sebagian besar minyak mentah dan gas Rusia diekspor ke Eropa melalui
Ukraina.
Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev pada Kamis mengatakan bahwa
Rusia memberlakukan larangan impor produk-produk makanan dari Uni Eropa
dan Amerika Serikat sebagai pembalasan untuk sanksi mereka terhadap
Moskow atas krisis Ukraina.
Sehari sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani
sebuah keputusan yang melarang atau membatasi impor produk pertanian
dari negara-negara yang memberlakukan sanksi terhadap Moskow. (WDY)
Minyak Naik Setelah AS Pertimbangkan Serangan Udara di Irak
Jumat, 8 Agustus 2014 7:40 WIB