Puluhan ibu rumah tangga menggoreskan tangan di atas kanvas menciptakan warna menyerupai satu bentuk atau simbul yang kaya akan makna, mampu menggambarkan keindahan dan kedamaian.
Jiwa seni yang diwarisi masyarakat Desa Kamasan, Kabupaten Klungkung, Bali itu diwariskan kembali kepada anak cucunya, sehingga lukisan klasik Bali atau yang lebih dikenal lukisan gaya kamasan itu tetap lestari, diwarisi satu generasi ke generasi berikutnya.
"Lukisan tradisional Kamasan sering dijadikan contoh ketahanan budaya tradisional Bali dalam menghadapi globalisasi dan munculnya bentuk-bentuk seni dan budaya material baru dengan identitas tradisional yang kuat," tutur Kepala Program Studi Magister (S-2) Kajian Pariwisata Universitas Udayana Prof Dr I Nyoman Darma Putra, M.Litt, Minggu.
Untuk itu Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana menggelar seminar global "Kamasan: Daya Jelajah Seni Lukis Klasik Bali" menampilkan pembicara Dr Siobhan Campbell dari University of Sydney, Australia.
Seminar terbuka untuk umum secara gratis akan berlangsung Selasa (24/6) di kampus setempat. Dr Siobhan akan membahas tradisi lukisan Desa Kamasan, Kabupaten Klungkung, dan hubungannya dengan koleksi seni lukis klasik Bali yang memiliki daya jelajah lokal, nasional dan global yang luar biasa.
Lukisan Kamasan hingga kini tetap mempertahankan fungsi sosial dan keagamaan yang penting dalam budaya lokal. Demikian pula lukisan klasik Kamasan memiliki sejarah interaksi antara agen-agen global dan lokal yang telah menghasilkan lukisan yang beredar di luar daerah setempat.
Lukisan gaya Kamasan kini dikoleksi pencinta seni dan museum di berbagai negara di belahan dunia.
Penjelajahan peredaran lukisan dan hubungan antara seniman serta kolektor mengungkapkan interaksi bernuansa lokal dan global yang menjadi ciri transformasi yang sedang berlangsung dalam praktik budaya tradisional Bali, tutur Darma Putra.
Kamasan adalah salah satu Desa di kabupaten Klungkung, Bali, 45 km timur Denpasar yang memiliki nilai historis, karena salah seorang warganya, Ida Bagus Gelgel (alm), seniman serba bisa pernah mendapat penghargaan seni dari pemerintah Perancis pada tahun 1930.
Penghargaan dunia internasional itu, diraihnya berkat keahlian menciptakan karya seni yang bermutu di atas kanvas saat yang bersangkutan mengadakan pameran ke beberapa negara di belahan dunia.
"Berkat promosi lewat pameran perdana seniman Bali ke mancanegara itu, Pulau Dewata mulai dikenal dan sejak saat itu pula, seniman asing berdatangan dan memilih kawasan Ubud, tempat untuk mengembangkan kreativitas seni," tutur Darma Putra yang juga pengamat masalah pariwisata, seni dan budaya.
Klungkung, khususnya Desa Kamasan merupakan cikal bakal pengembangan seni lukis tradisional di Bali, karena 84 tahun silam hasil kreativitas seniman setempat sudah mampu berbicara di tingkat nasional maupun internasional.
Namun, dalam perkembangannya seni lukis Klungkung, khususnya Desa Kamasan tetap tampil dengan ciri khas tradisional yakni lukisan wayang Kamasan, kurang mampu mengikuti perkembangan seni lukis yang berkembang pesat di perkampungan seniman Ubud.
Kekuatan seni budaya
Bali mengalami kemajuan dan perubahan pesat, namun nilai seni budaya daerah tetap lestari serta menjadi kekuatan bagi masyarakat pendukungnya dalam mengembangkan berbagai usaha, khususnya industri kecil dan kerajinan rumah tangga, yang kini menjadi tulang punggung perolehan ekspor non migas.
Demikian pula pergeseran nilai-nilai budaya akibat kontak dengan dunia luar, tidak menjadi masalah bagi masyarakat Pulau Dewata. Kondisi demikian justru sebaliknya, masyarakat mancanegara kagum atas kemampuan masyarakat Bali mengembangkan dan melestarikan seni budaya sebagai salah satu daya tarik wisata.
Seni budaya Bali yang cukup dikagumi dunia internasional itu, seharusnya juga menjadi kebanggaan masyarakat pendukungnya di Pulau Dewata.
Menurut Prof Darma Putra, karya seni lukis menjadi salah satu sumber daya masyarakat yang mampu mengangkat dan mengharumkan Bali di tingkat nasional maupun internasional. Banyak pelukis-pelukis Bali muncul dengan mengusung bendera seni lukis Bali sebagai sebuah proses kreatif unggulan.
Proses kreatif seni kanvas tersebut berdampak positif terhadap pengembangan seni budaya, membangun sosial ekonomi masyarakat serta martabat seniman di forum internasional. Keunggulan seni lukis Bali dikaji dari sudut tata nilai yang dilakukan untuk keyakinan bagi komoditas pendukung, sekaligus diapresiasikan secara baik oleh masyarakat luas.
Proses pembelajaran seni lukis Bali melalui jalur formal dan informal, yang keduanya secara terpadu mampu membangun identitas tersendiri. Melalui jalur formal seni lukis ditempatkan sebagai salah satu minat utama, disamping seni patung.
Pengaruh warga asing
Menurut Prof Darma Putra bahwa dua seniman warga negara asing masing-masing Walter Spies dan Rodulf Bonnet mempunyai pengaruh sangat besar terhadap perubahan karya-karya pelukis di Bali.
Walter Spies, warga negara Jerman dan Rodulf Bonnet, warga negara Belanda yang secara kebetulan menemukan inspirasi dalam merampungkan karya seni memunculkan kebebasan kreatif kepada seniman setempat.
Perubahan karya-karya seniman Bali dari seni lukis klasik ke kebebasan kreatif maupun perluasan tema terjadi sejak tahun 1929. Kedua seniman asing yang menyatu dalam kehidupan masyarakat Bali, bergabung dengan organisasi kelompok pelukis dan pematung Pita Maha Ubud.
Kedua seniman asing itu memberikan dorongan kepada seniman Bali untuk bersaing jati diri dalam menghasilkan karya seni yang baru. Identitas karya seni merupakan pengembangan dari bentuk-bentuk pewayangan, dengan gerak yang lebih dinamis mendekati bentuk realistis dibandingkan dengan "pakem-pakem" seni lukis klasik Bali.
Munculnya unsur-unsur anatomi plastis, sinar, perspektif berkembangnya tema kehidupan sehari-hari dari sistem pewarnaan yang baru.
Tokoh pelukis yang muncul saat itu antara lain Gusti Nyoman Lempad, Anak Agung Gede Sobrat, Ida Bagus Made, Gusti Made Deblog, Gusti Ketut Kobot dan I Gusti Nyoman Molog. Sementara di Desa Batuan, Gianyar muncul gaya lukisan yang berbeda, yakni objeknya penuh sesak, tanpa ada ruang kosong sedikitpun, bentuknya ke kanak-kanakan tanpa perspektif.
Warna lukisan hitam putih yang amat pekat, menampilkan kesan magis, sehingga karya kanvas seniman dari Desa Batuan menunjukan karakter magis yang sangat kuat berbeda dengan kelompok Ubud, meskipun Rudolf Bonet dan Walter Spies sering bergaul ke desa tersebut, namun pengaruh karya-karya kedua seniman asing itu tidak tampak sama sekali. (WDY)