Denpasar (Antara Bali) - Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Dr. I Nyoman Astita mengamati nilai-nilai intrinsik Epos Ramayana diadopsi sebagai tuntunan moral untuk mencapai kehidupan sejahtera, damai dan harmonis.
"Epos Ramayana dan Kakawin Ramayana hidup di tengah-tengah masyarakat sebagai kearifan lokal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara," kata staf pengajar Fakultas Seni Pertunjukkan ISI Denpasar itu, Jumat.
Menurut dia, tradisi Ramayana di Bali bagian dari hegemoni untuk melestarikan kebudayaan tradisional dan membentuk etos kerja yang diwarnai oleh sifat-sifat santun, toleransi, dan mengutamakan kepentingan orang banyak.
Satuan-satuan naratif Kakawin Ramayana yang diterapkan ke dalam Sendratari Ramayana Bali menghasilkan makna tekstual yang terintegrasi antara agama, prilaku spsial dan kreativitas.
Alumnus S-3 Kajian Budaya Unud menambahkan bahwa dengan dimensi trikonis tersebut makna tekstual Sendratari Ramayana Bali diartikulasikan ke dalam peristiwa religius, sosial, kritis, dan modern.
Sendratari Ramayana Kolosal yang dipentaskan pada setiap pembukaan Pesta Kesenian Bali (PKB) memadukan berbagai unsur seni audio-visual menjadi sebuah teater yang lengkap.
Astita menjelaskan bahwa transformasi Epos Ramayana ke dalam Sendratari Ramayana Bali berproses dalam segi tiga konsentris yakni seniman, karya, dan masyarakat.
Proses transformasi yang berlangsung dalam suasana damai tersebut mengimplikasikan adanya relasi-relasi tekstual yang bersifat struktural sehingga menghasilkan bentuk, fungsi dan makna yang terbarukan.
Sebagai sumber transformasi Epos Ramayana merepresentasikan dramaturgi tradisional yang dijadikan acuan di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai positif Epos Ramayana menjadi acuan pembentukan etos kerja, perilaku santun, dan pencitraan kebudayaan Bali.
"Epos Ramayana yang telah bertransformasi menjadi karya seni yang meliputi sastra, rupa, dan pertunjukkan merefleksikan dramaturgi kehidupan dengan cita rasa emosional dalam perspektif ruang waktu dalam kehidupan sosial masyarakat Pulau Dewata," ujar Nyoman Astita. (WDY)