Denpasar (Antara Bali) - Vihara Buddha Sakyamuni Jalan Gunung Agung Denpasar menggelar perayaan Waisak Santhuticitta 2558 BE/2014 yang akan dilaksanakan Sabtu malam (17/5).
Panitia Perayaan Tri Suci Waisak Vihara Sakyamuni Denpasar, dr Made Astika Wiguna di Denpasar, Jumat mengatakan perayaan Waisak Santhuticitta (silaturahmi) tersebut adalah untuk mempererat tali persaudaraan dan cinta kasih kepada umat.
"Ini serangkaian peringatan Tri Suci Waisak yang telah dilaksanakan pada Kamis (15/5), sehingga pada kali peringatan Waisak Santhuticitta akan mengundang antarumat beragama, pejabat pemerintah di antaranya Wali Kota Denpasar Ida Bagus Rai Darmawijaya Mantra," katanya.
Astika lebih lanjut mengatakan, sebelum puncak peringatan Tri Suci Waisak tersebut, di Vihara Sakyamuni telah menyelenggarakan sejumlah kegiatan keagamaan dan sosial selama satu bulan, yaitu "Mahajata" (membersihkan altar Sang Buddha), dan Sebulan Pendalaman Dhamma (SPD) dengan mendatangkan para bikkhu dari berbagai daerah.
Ia menjelaskan selama sebulan Umat Buddha diajarkan menjalankan delapan latihan disiplin moral (sila), antara lain tidak makan lewat tengah hari, tidak menikmati hiburan, tidur di tempat yang sederhana, tidak berbohong, hidup brahmacari dan melatih meditasi.
Pada acara Waisak Santhuticitta juga akan dipentaskan pragmen "Sopaka" sebagai kisah perjalanan Sang Buddha. Diceritakan dalam perjalanan hidupnya Buddha banyak mengajarkan dan menolong para makhluk untuk jalan Dhamma.
Dahulu kala pada zaman Buddha hiduplah seorang anak bernama Sopaka yang ketika berumur empat bulan ditinggal mati oleh ayahnya, Sopaka lalu dibesarkan oleh ibu dan pamannya.
Ibunya harus bekerja keras untuk menghidupi Sopaka. Paman Sopaka sangat tidak senang dengan kehadiran Sopaka sehingga Sopaka sering dimarahi dan dipukuli oleh pamannya, suatu hari pamannya ingin membuang Sopaka karena pamannya berpikir Sopaka hanyalah anak kecil yang tak berguna.
Sopaka diajak berjalan-jalan dan setelah itu Sopaka diajak menuju ke sebuah kuburan. Di kawasan pekuburan tersebut pamannya mengingkat tubuh Sopaka pada mayat dan ditinggal disana.
Selanjutnya dikisahkan, Sopaka pada waktu itu berusia tujuh tahun sangat ketakutan, tetapi tidak dapat melakukan apa-apa dengan tubuh yang diikat. Ketika malam tiba tempat itu sangat gelap bau mayat menusuk hidung dan binatang liar mendekat kearah Sopaka, mereka sangat ketakutan.
Ketika Sopaka putusasa, dengan kekuatan bathinnya Buddha mengetahui Sopaka sangat membutuhkan pertolongan. Akhirnya Buddha muncul dan menolong Sopaka dan membawa Sopaka ke vihara.
Sopaka kemudian ditahbiskan menjadi Samanera dan menjadi murid Buddha. Meskipun Sopaka masih berusia tujuh tahun tetapi Sopaka sangat tekun dan rajin belajar Dhamma. Akhirnya Sopaka mencapai tingkat kesucian tertinggi pada usia tujuh tahun.(WRA)