Jakarta (Antara Bali) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai penetapan tersangka
mantan Direktur Jenderal Pajak, Hadi Poernomo, bertepatan dengan hari
pensiun dia di BPK tidak ada unsur politis melainkan kehati-hatian KPK
dalam mengusut kasus tersebut.
"Bukan kompetensi ICW menilai politis atau tidak. ICW melihat
substansi kasus itu, yaitu KPK berhati-hati dalam menetapkan ada
tidaknya unsur korupsi," kata Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis
Anggaran ICW, Firdaus Ilyas, di Jakarta, Rabu.
Ilyas mengatakan, kasus itu terjadi pada 2004, dilaporkan pada 2012 dan baru mulai dimulai proses penyidikan pada 2014.
Menurut dia, KPK harus berhati-hati dalam pengusutan kasus itu
supaya unsur tindak pidana korupsi terpenuhi, yaitu dilakukan pejabat
negara, ada penyalahgunaan wewenang, dan memperkaya diri dan orang lain.
"Tentu sangat disayangkan kalau KPK terburu-buru, kemudian
pelanggaran yang ditetapkan kemudian hanya pelanggaran administrasi
perpajakan. Jadi menurut saya tidak ada unsur politis, hari pensiun,
ulang tahun atau tahun politik," tuturnya.
Poernomo ditetapkan
sebagai tersangka kasus keberatan pajak BCA tepat pada hari dia pensiun
sebagai Ketua BPK. Dia disangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang saat
menjabat direktur jenderal pajak Kementerian Keuangan periode
2002-2004.
Sebagai direktorat jenderal pajak, dia menerbitkan surat keberatan
pajak nihil (SKPN) PT Bank BCA Tbk pada 2004 yang berpotensi merugikan
negara sebesar Rp375 miliar.
PT Bank BCA mengajukan surat keberatan pajak kepada Direktorat
Pajak Penghasilan (PPH) Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan
pada 17 Juli 2003 karena memiliki nilai kredit bermasalah atau
non-performing loan sebesar Rp5,7 triliun.
Pada 13 Maret 2004, Direktur Pajak Penghasilan (PPH) mengirim surat
kepada Dirjen Pajak Hadi Poernomo tentang hasil telaah terhadap surat
keberatan pajak PT Bank BCA dengan kesimpulan menolak permohonan
keberatan wajib pajak BCA.
Namun, satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan
final terhadap surat keberatan pajak BCA, yaitu pada 18 Juli 2004, Hadi
memerintahkan Direktur PPH melalui nota dinas untuk mengubah kesimpulan
telaah.
Nota dinas dari Hadi mengubah hasil telaah terhadap surat keberatan pajak PT BCA menjadi menerima surat keberatan itu.
"Saudara HP mengabaikan fakta bahwa materi keberatan pajak yang
sama juga diajukan oleh bank-bank lain, tapi ditolak. Dalam kasus BCA,
surat keberatan pajaknya diterima," kata Ketua KPK Abraham Samad saat
mengumumkan penetapan tersangka Hadi Poernomo. (WDY)
ICW nilai KPK hati-hati tangani kasus pajak
Rabu, 23 April 2014 14:29 WIB