Gianyar (Antara Bali) - Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kabupaten Gianyar, Bali, mengabaikan laporan dugaan praktik politik uang karena dianggap sudah kedaluwarsa.
"Peristiwanya terjadi lebih dari tujuh hari. Kami sudah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum," kata Ketua Panwaslu Kabupaten Gianyar, Wayan Hartawan, Selasa.
Anggota Panwaslu Gianyar yang membawahi Divisi Hukum, Ni Putu Sri Verna Vianti, menerima laporan dari calon anggota DPRD setempat dari Partai Demokrat Dewa Gde Arsana.
Dalam laporannya, Arsana menyampaikan bahwa Dewa Made Ariawan selaku tim sukses calon anggota DPRD Kabupaten Gianyar dari Partai Golkar I Made Suteja membagi-bagikan uang menjelang pencoblosan di Tempekan Menak, Dusun Adat Triwangsa, Desa Tegal Tugu, Kecamatan Gianyar.
Arsana dan Suteja sama-sama bertarung dari Daerah Pemilihan I/Kecamatan Gianyar. Arsana mengungkapkan bahwa 65 orang di Tempekan Menak, masing-masing menerima uang sebesar Rp100 ribu dari Suteja.
"Terlapor membagi-bagian uang kepada masing-masing keluarga. Dalam satu keluarga ada yang jumlahnya tiga orang dan ada yang tujuh orang," kata Verna.
Suteja pun berpeluang lolos sebagai anggota DPRD Kabupaten Gianyar periode 2014-2019 karena meraih suara dalam jumlah besar.
Panwaslu kemudian memanggil sejumlah warga yang diduga menerima uang dari tim sukses Suteja. "Sudah tiga saksi warga penerima uang yang kami panggil," kata Verna.
Ketiga saksi mengaku menerima uang dari Ariawan untuk mencoblos nama Suteja. "Namun uangnya sebagai barang bukti sudah tidak ada karena sudah terpakai," ujarnya.
Desak Made Kerti, warga Tempekan Menak, mengaku menerima uang sebesar Rp300 ribu untuk tiga anggota keluarganya, sedangkan Dewa Ketut Alit menerima Rp600 ribu untuk enam anggota keluarganya.
Mereka mengaku menerima uang tersebut lima hari menjelang pencoblosan.
Oleh sebab itu Hartawan menyayangkan sikap Arsana yang terlambat melaporkan kasus itu. "Kenapa tidak melaporkan kasus itu sejak dari awal," kata Ketua Panwaslu. (WRA)