Denpasar (Antara Bali) - Pengamat masalah ketenagakerjaan dari Universitas Mahasaraswati (Unmas) Denpasar Dr I Wayan Gede Wiryawan, menilai perjanjian sistem kerja waktu tertentu (outsourching) yang kini masih diterapkan di Indonesia perlu dikaji ulang.
"Kami berharap pemerintah dan DPR RI melakukan pengkajian ulang terhadap undang-undang ketenagakerjaan tersebut," kata Dr I Wayan Gede Wiryawan yang juga dosen Fakultas Hukum Unmas di Denpasar, Jumat.
Ia mengatakan, perjanjian kerja waktu tertentu itu sangat merugikan pekerja, karena bekerja dengan sistem itu tidak menjamin kelangsungan masa depannya.
Pekerja dengan dengan sistem tersebut jika dilihat dari upah atau gaji yang diterima para pekerja tidak lebih dari acuan upah minimum regional maupun upah minimum provinsi (UMR/UMP).
"Ironisnya ada juga pekerja mendapat upah dibawah UMR, bahkan sampai dipotong. Tidak pantas memotong upah seseorang karena itu bagian dari hak asasi manusia," ujarnya.
Gede Wiryawan menambahkan, tidak salah para pekerja dan buruh mendesak pemerintah dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) untuk menghapus atau melakukan revisi sistem kerja tersebut.
Menurut dia, sistem tersebut sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, sebab penghasilan dari sistem tersebut tidak lagi para buruh mendapatkan hak-hak lain, seperti tunjangan hari raya dan tunjangan kesehatan.
"Negara berkewajiban memenuhi dan memastikan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi seluruh warga negara. sehingga amanat Undang - Undang Dasar 1945 perlu dijalankan agar tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)," ujarnya.
Selain itu, kata Wiryawan, sistem kerja tersebut penerapannya lebih cocok kepada pekerja asing yang bekerja di Indonesia. Alasanya, selesai kontrak atau memberi pelatihan pada perusahaan di Indonesia dalam jangka waktu tertentu mereka akan kembali ke negaranya.
"Di sinilah peran pemerintah melindungi warganya dan memberi pekerjaan yang layak, jika seandainya pegawai kontrak tersebut dijadikan pegawai tetap lebih bagus," ujarnya. (WRA)