Oleh I Ketut Sutika
Tarian mengandalkan kelincahan olah tubuh yang serasi dengan instrumen musik tradisional Bali (gamelan) yang mengiringi, hasil "racikan" I Ketut Maria, seniman asal Tabanan tahun 1951 itu, senantiasa hidup dalam keabadian.
Remaja putra dan putri Pulau Dewata senantiasa berangan-angan untuk bisa menguasai tari "romantisme" laki-perempuan dengan sempurna. Tari Oleg Tambulilingan itu setiap geraknya mengandung karakter keindahan khas Bali.
Koreografer pencipta tari yang lebih dikenal dengan panggilan Mario (alm) memberikan inspirasi terbentuknya Sanggar seni Bianglala di kota Tabanan, tutur Ida Bagus Rai Widjana (64), pendiri, penari dan pembina sanggar tersebut.
Sanggar seni yang dirintis tahun 1997 itu kini melatih sekitar 100 anak-anak seusia Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Umum (SMU) dan ratusan lainnya sudah mampu tampil dengan baik.
Kabupaten Tabanan, selama ini dikenal sebagai daerah "gudang beras", namun juga memiliki seniman-seniman yang andal dengan sederetan karya seninya yang bermutu.
Sanggar Seni "Bianglala" didukung seniman-seniman muda yang berbakat kini aktif menggali, mengembangkan dan mengangkat seni budaya warisan leluhur.
Seni tradisional yang tetap dilestarikan antara lain drama tari arja, wayang, rindik, topeng tari-tarian Lepas dan dan tarian Kreasi. Pembinaan demi kesinambungan pelestarian seni dan budaya dari satu generasi ke generasi lainnya.
Sanggar "Bianglala" khusus melatih tabuh dan tari kepada anak-anak, dengan materi sesuai tingkatan umur dan kemampuan penguasaan. Anak-anak pemula, misalnya, diberikan pelajaran mengenai dasar-dasar tari.
Setelah usia 12 tahun dilatih tari Legong Kraton, sekaligus dasar untuk mempelajari tarian jenis lainnya. Sementara anak laki-laki diajar tari Baris.
Usai lulus dalam jenjang tersebut, anak didik selanjutnya mendapat latihan jenis tarian klasik maupun tarian kreasi baru. Semua itu tidak lepas dari peran dan fungsi sosok pria sederhana Ida Bagus Rai Widjana.
Suami dari Nyoman Sri Utami dalam mendidik anak-anak untuk mampu menguasai jenis tabuh dan tari Bali sangat fleksibel, sesuai kemampuan dan penguasaan si anak.
Latihan yang dilakukan dua kali dalam sepekan, yakni setiap hari Kamis dan Minggu petang. Mereka yang mengikuti latihan kini tidak kurang dari 100 anak.
Namun, jumlah itu menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya yang mencapai 300-350 anak. Jumlah anak-anak yang belajar tabuh dan tari Bali boleh dikatakan "kembang kempis", ujar ayah dari Ida Bagus Gde Wibawa.
Upaya itu dilakukan untuk membiasakan anak-anak berkolaborasi sejak dini, namun tetap mempertahankan ciri khas gerak tari seniman di daerah "gudang beras" Kabupaten Tabanan.
Anak-anak dan generasi muda Tabanan umumnya begitu antusias mengikuti latihan tabuh dan tari, termasuk tari Oleg Tambulilingan yang penuh kelembutan, meskipun punya tingkat kesulitan cukup tinggi.
Kondisi itu, membuktikan keseriusan untuk melestarikan ciptaan Maria, sekaligus merevisi dan mengaplikasikan dengan hasil koreografer penerus.
Dari hasil kreativitas itu dapat diketahui kembali stil-stil/gaya gerak Maria yang sesungguhnya, sekaligus menjadi tantangan tersendiri bagi penanggungjawab kesenian di Pulau Dewata, khususnya di Kabupaten Tabanan.
Penghargaan seniman
Kisah terciptanya Tari Oleg Tambulilingan berawal dari kedatangan seorang impresario Inggris, Jhon Coast tahun 1950 ke Tabanan. Mantan Staf Kedutaan Inggris di Jakarta itu bersama istrinya kemudian menetap di Banjar Kaliungu Denpasar selama dua tahun, untuk mewujudkan suatu diplomasi kebudayaan.
Ia berhasrat membawa sebuah misi kesenian besar ke Eropa dan Amerika Serikat (AS), saat itu niatnya mendapat restu dari Presiden Soekarno. Selanjutnya John Coast menyiapkan misi keseniannya di Pulau Dewata.
Untuk lawatan ke luar negeri itulah, kemudian Ketut Maria muncul inspirasinya untuk menciptakan tari "Oleg Tambulilingan" yang mengisahkan romantisme percintaan sepasang remaja.
Keahlian dan warisan budaya itu kini diteruskan oleh Ida Bagus Rai Wijana kepada generasi muda lewat sanggar seni "Bianglala".
Berkat dedikasi, kerja keras, disiplin, prestasi dan pengabdian dalam bidang seni dan budaya, Pemprov Bali memberikan penghargaan kepada sepuluh seniman yang dinilai berjasa terhadap pengembangan seni budaya Bali, terkait pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-32.
Penghargaan dan uang tunai tersebut, termasuk diberikan kepada Ida Bagus Rai Wijana yang akan diserahkan Gubernur Bali Made Mangku Pastika di Gedung Kesiarnawa Taman Budaya Denpasar pada hari Senin (21/6).
Penghargaan tersebut di tengah-tengah berlangsung PKB selama sebulan penuh, 12 Juni-10 Juli 2010. Sembilan seniman yang menerima penghargaan lainnya masing-masing Drs I Ketut Wijana (seni kerawitan) dari Kota Denpasar dan I Nyoman Rede (seni sastra) dari Kabupaten Jembrana.
Selain itu Desak Ketut Tirtawati (seni tari) dari kabupaten Klungkung, I Ketut Ruma (seni Sastra Daerah) dari Kabupaten Karangasem, I Made Gelomoh (seni kerawitan) dari Kabupaten Badung, I Putu Selamat (seni kerawitan) dari kabupaten Buleleng, I Wayan Narta (seni pedalangan) dari Kabupaten Gianyar, I Dewa Gede Anom Dangin (seni kerawitan) dari Kabupaten Bangli dan Ida Ayu Made Sugi (seni tari) dari Desa Sangeh, Kabupaten Badung.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Ida Bagus Sedhawa berharap, lewat penghargaan yang diberikan pemerintah Provinsi Bali itu diharapkan mampu lebih memacu prestasi, dedikasi dan pengabdian seniman untuk menghasilkan karya-karya yang terbaik.
Penghargaan tersebut diberikan secara berkesinambungan setiap tahun. Selain menggunakan momentum PKB juga pada HUT Pemprov Bali pada 14 Agustus dengan memberikan Dharma Kusuma, penghargaan tertinggi dalam bidang seni.(*)
Rai Widjana Cetak Pelestari Seni Budaya Bali
Jumat, 18 Juni 2010 15:12 WIB