Sinar matahari siang sangat terik, tiupan angin yang semilir tidak mampu mengusir hawa panas di Subak Sengawang, wilayah Desa Adat Ole, Desa Marga Dauh Puri, Kabupaten Tabanan, 27 km barat laut Denpasar.
Namun semua itu tidak mampu menyurutkan Pan Angga (50) maupun rekannya I Pan Santhi (55) untuk terus mencangkul petakan sawah demi menyambung hidup keluarga dan menyekolahkan putra-putrinya.
Saat itu, kedua sosok petani yang mengolah sawah saling bersebelahan itu, muka dan badannya dipenuhi butiran-butiran keringat yang nyaris membasahi bajunya yang tampak sudah kumal itu.
Mereka istirahat sejenak di bawah pohon rindang di tegalan, untuk menikmati makan siang yang dibawakan oleh istrinya masing-masing di tengah hamparan sawah yang luas, dengan selokan yang tertata apik dan air yang mengalir masih jernih.
Itulah kerja keras seorang petani, namun hasil yang diperoleh belum mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga generasi muda penerus kurang tertarik menjadi petani.
Dekan Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra Denpasar Dr Gede Sedana menilai, perlunya petani menikmati harga yang wajar atas produk pertanian yang dihasilkannya sehingga mampu menjadi insentif dengan harapan mereka tetap tertarik untuk menggeluti bidangnya.
Insentif yang paling pokok bagi petani adalah harga produk yang dihasilkan laku dengan nilai yang wajar. Petani memperoleh harga produk yang dinilainya layak, sehingga harga itu akan selalu menjadi insentif bagi mereka untuk berusahatani.
Untuk itu harga yang diterima petani harus mampu memberikan selisih yang cukup dengan seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan. Insentif sangat penting artinya bagi petani, adalah disediakannya kebijakan asuransi pertanian.
Kebijakan tersebut dapat membantu petani meringankan beban, jika mereka mengalami gagal panen sebagai akibat kekeringan, banjir, serangan hama penyakit dan musibah lainnya.
Dalam sistem agribisnis padi lokal di kawasan subak di wilayah Desa Sudaji Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, Bali utara misalnya pemerintah juga perlu memberikan insentif.
Subak-subak di Desa Sudaji Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng sejak dulu hingga sekarang memiliki potensi besar dalam pengembangan padi lokal dan kualitasnya (rasa) sudah dikenal konsumen secara meluas.
Namun beras yang bermutu dihasilkan petani itu mengalami kesulitan dalam bidang pemasaran, karena harganya jauh lebih mahal dibanding jenis beras dari padi unggul lainnya.
Padahal harga padi atau beras lokal yang mahal merupakan sesuatu yang wajar karena kualitasnya lebih bagus. Jika ditinjau dari aspek sistem agribisnis padi ada salah satu subsistem agribisnis yang kurang berjalan secara maksimal.
Kurangi impor
Dr Sedana yang terlibat dalam berbagai kegiatan penelitian bidang pertanian di Bali menilai, Indonesia sebaiknya mengurangi impor beras dan secara bertahap mampu menjadi negara pengekspor beras ke pasaran luar negeri.
Sangat ironis sekali jika bangsa Indonesia yang dikenal negara agraris malah setiap tahun mengimpor beras. Indonesia sangat memerlukan adanya kedaulatan beras, sehingga kebutuhan pangan masyarakat Indonesia dapat dipenuhi dari produksi pertanian dalam negeri.
Secara sederhana, upaya mewujudkan kedaulatan beras dapat dilakukan dengan peningkatan produktivitas dan kualitas beras yang dihasilkan. Pria kelahiran Singaraja 1 Desember 1964 atau 50 tahun silam itu menilai kedaulatan beras itu dapat dilakukan melalui penguatan kebijakan pemerintah seperti subsidi, proteksi serta asuransi pertanian.
Meningkatkan teknologi dan penguatan kapasitas sumber daya manusia sebagai pelaku pertanian serta memperbaiki subsistem pengolahan, pemasaran dan penunjang, termasuk irigasi, tranportasi, dan lain sebagainya.
Dengan demikian agribisnis perpadian (beras) menjadi bagian perekonomian nasional yang sangat tangguh, sehingga tidak perlu mengeluarkan devisa untuk impor beras. Untuk itu subsidi pada sektor pertanian masih sangat dibutuhkan oleh petani, khususnya yang mengusahakan tanaman padi karena mereka memiliki berbagai keterbatasan.
Petani menghadapi hambatan menyangkut modal usaha tani untuk pembelian sarana produksi dan mesin pertanian. Penggunaan sarana produksi merupakan tahapan awal untuk memperoleh produktivitas yang semakin tinggi.
Petani sebenarnya telah memiliki pengetahuan yang memadai dalam aspek penggunaan sarana produksi, namun keterbatasan untuk membelinya.
Oleh sebab itu menurut Gede Sedana alumnus Program Studi Ilmu Pertanian, Program Pascasarjana Universitas Udayana perlu adanya rekomendasi penggunaan sarana produksi menjadi tidak optimal. Dampaknya adalah produktivitas lahan dan tanaman padi menjadi lebih rendah. dari yang diharapkan.
Namun pada sisi lain, pemerintah juga harus memberikan subsidi harga gabah bagi para petani untuk mendongkrak pendapatan mereka dari usaha tani padinya. Subsidi harga gabah itu akan menjadi insentif yang sangat penting bagi para petani untuk semakin bergairah dalam berusahatani.
Tingkatkan pendapatan
Gede Sedana memandang perlunya pemerintah menunjukkan keberpihakan kepada petani produsen gabah (beras), antara lain dengan memberikan subsidi harga gabah kepada petani sehingga mampu jaminan dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Subsidi harga itu sekaligus untuk mencegah adanya alih fungsi lahan pertanian di Bali dalam lima tahun terakhir ini tidak terkendali. Proteksi pertanian yang perlu dilakukan pemerintah dengan mengurangi impor, kalau bisa menyetop menyetop impor hasil pertanian.
"Impor itu dapat dilakukan kecuali memang situasi yang mengharuskan seperti terjadinya bencana alam dan persedian beras di dalam negeri tidak mencukupi," ujarnya.
Kebijakan proteksi terhadap komoditi pertanian sebenarnya sangat berkaitan secara signifikan dengan kebijakan subsidi sarana produksi dan harga gabah. Kebijakan itu berkenaan dengan penerapan tarif bea impor. Jika kebijakan subsidi berhasil meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman, sekaligus kebijakan impor beras dapat diatasi.
Selain itu, perlindungan sangat diperlukan para petani adalah asuransi pertanian. Asuransi itu sudah seharusnya menjadi sangat penting untuk diambil alih oleh pemerintah sebagai bentuk keberpihakannya kepada petani.
Hal itu penting mengingat kondisi geografis dan klimatologis di Indonesia sangat rentan terhadap terjadinya gagal panen, seperti adanya banjir, longsor, serangan hama dan penyakit dan gunung meletus.
Untuk memberikan adanya jaminan usaha tani yang sedang digeluti oleh para petani, maka perlu disiapkan asuransi pertanian guna mengurangi beban jika terjadi gagal panen.
Oleh sebab itu mekanisme asuransi ini perlu diperimbangkan aspek teknis serta administrasinya. Intinya pemerintah perlu memberikan jaminan yang aman bagi petani dalam melakukan pengelolaan usaha tani.
"Jangan sampai petani menjadi semakin miskin setelah mereka gagal panen dan harus terjerat hutang untuk berproduksi dan konsumsi keluarganya. Kenyamanan dan keamanan berusahatani dapat terjamin melalui kebijakan asuransi pertanian," ujar Gede Sedana. (WRA)
Berdayakan Petani Upaya Kurangi Impor Beras
Sabtu, 8 Februari 2014 18:57 WIB