Denpasar (Antara Bali) - "Hidup keadilan!!!" teriak seorang pria mengenakan toga hitam yang duduk di jajaran kursi penasihat hukum terdakwa sambil mengepalkan tangannya ke udara memecahkan suasana hening dan tegang.
Sontak, majelis hakim pun terkesiap. "Duduk".! Saya belum selesai membacakan putusan," bentak Hasoloan Sianturi, Ketua Majelis Hakim.
Tak lama kemudian, palu hakim terketuk tiga kali menandai berakhirnya drama persidangan di salah satu ruangan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Rabu (22/1) siang.
Anggota keluarga dan kerabat mengerubuti I Dewa Putu Djati, mantan Direktur Utama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Gianyar yang baru saja bangkit dari kursi pesakitan dengan tuduhan korupsi senilai Rp2,6 miliar.
Air mata haru berbaur dengan kebahagiaan menyambut vonis bebas Putu Djati yang dibui sejak 27 Agustus 2013 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Gianyar.
Masih di tempat yang sama, dua terdakwa lain, Dewa Nyoman Putra dan I Nyoman Nuka, masing-masing menjabat Direktur Umum dan Direktur Teknik PDAM Gianyar, juga dibebaskan dari segala tuntutan hukum yang dijeratkan kepadanya.
Putusan bebas itu menjadi catatan tersendiri bagi Pengadilan Tipikor Denpasar pada awal 2014. Putusan pertama pada tahun ini seakan menjadi kunci pembuka sel tahanan koruptor.
Keraguan atas kredibilitas majelis hakim pun tak dapat dihindarkan. Sebab, di tengah gencar-gencarnya aparat penegak hukum memerangi korupsi, majelis hakim di Pengadilan Tipikor Denpasar justru membuka lembaran baru dengan langkah-langkah yang tidak produktif.
Timbul juga kecurigaan adanya intervensi politik karena kasus itu melibatkan sejumlah pejabat penting di jajaran pemerintahan. Apalagi mantan Bupati Gianyar Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati sudah memberikan kesaksian, baik pada saat kasus itu disidik di kejaksaan, maupun disidangkan di pengadilan.
"Dalam pengadaan DED (detail rencana proyek) tersebut saya mengetahui perencanaannya dan bersurat juga kepada Gubernur Bali," kata mantan Bupati yang akrab dipanggil Cok Ace itu saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Denpasar pada 27 November 2013.
Terkait dengan tunjangan karyawan harian yang dianggap berkontribusi atas terjadinya kerugian negara, Cok Ace mengakui telah diatur dalam peraturan daerah dan peraturan bupati.
Sementara Wakil Bupati Gianyar Dewa Made Sutanaya mengaku membuka acara sosialisasi pemanfaatan air subak (organisasi pengairan tradisional di Bali) untuk PDAM di Gianyar pada bulan Oktober 2010.
"Petani (anggota subak) mengizinkan, asalkan air untuk pertanian tetap lancar mengalir," kata Sutanaya yang mendapat giliran memberikan keterangan di pengadilan setelah mantan atasannya itu.
Keterangan dua mantan "penguasa" di kabupaten yang kaya akan tradisi dan seni budaya Bali itulah yang sepertinya menjadi landasan majelis hakim membebaskan ketiga terdakwa korupsi dana DED pipanisasi dan tunjangan karyawan harian PDAM Gianyar.
DED dan tunjangan bukan dianggap sebagai bentuk pelanggaran hukum atas peristiwa timbulnya kerugian negara, melainkan sebuah kebijakan yang melahirkan kesejahteraan. Kesejahteraan untuk petani, masyarakat pengguna air bersih, dan karyawan harian PDAM Gianyar yang berjumlah 58 orang itu tentunya.
Dan, makin kaburlah mengategorikan para pengelola hajat hidup orang banyak di Kabupaten Gianyar itu, sebagai pahlawan atau koruptor?
Abaikan Keadilan
Putusan majelis hakim itu mengabaikan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasa Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang disangkakan kepada ketiga terdakwa.
Atas dasar pengabaian pasal-pasal yang disangkakan dan dalil-dalil kesejahteraan masyarakat dan karyawan, maka tuntutan jaksa kepada majelis hakim agar ketiga terdakwa dihukum enam tahun penjara dan denda Rp350 juta subsider tujuh bulan kurungan penjara mentah.
Tuduhan Jaksa Penuntut Umum Putra Arbawa bahwa ketiga terdakwa telah melakukan perbuatan yang merugikan negara dan menjatuhkan kewibawaan pemerintah tandas di palu hakim.
Keterangan Ketua Badan Pengawas PDAM Gianyar Gede Swardana bahwa pencairan dana tunjangan karyawan tidak melalui persetujuan BP juga dianggap sebagai angin lalu.
"Pemberian tunjangan kepada pegawai harian itu sudah berlangsung sejak 2008, dan Badan Pengawas sendiri tidak pernah menemukan terjadinya kejanggalan, audit independen oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Bali tidak menemukan kesalahan dalam pemberian tunjangan. Bahkan pada tahun 2012 PDAM Gianyar mendapatkan laba," kata Hasoloan Sianturi membacakan amar putusannya untuk menepis pasal-pasal yang dipersangkakan kepada terdakwa.
Sehari setelah putusan, Kejaksaan Negeri Gianyar mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. "Kami menghargai putusan hakim. Namun putusan itu bukan akhir dari proses hukum. Kami masih memiliki upaya lain," kata Kepala Seksi Intel Kejari Gianyar, Widi Wicaksono, Kamis (23/1).
Widi menyatakan optimistis kasasinya akan dikabulkan oleh MA berdasarkan fakta-fakta di persidangan yang tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar dalam memutus perkara tersebut.
"Sebenarnya banyak fakta sidang yang disampikan JPU, tetap sepertinya diabaikan oleh majelis hakim," ujarnya tanpa mengungkapkan fakta-fakta tersebut.
"Putusan itu malah membuat jajaran kami tertantang untuk menuntaskan kasus-kasus korupsi," kata Widi menambahkan.
Langkah hukum Kejari Gianyar mendapat dukungan dari Ombudsman RI Perwakilan Bali. Namun Umar Ibnu Alkhatab selaku Kepala Ombudsman Bali mengingatkan kejaksaan untuk melakukan kajian atas putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar terlebih dulu.
"Kasasi itu, di satu sisi sebagai bentuk ikhtiar kejaksaan untuk memberantas korupsi, sedangkan di sisi lain sebagai upaya bagi kejaksaan untuk membuktikan bahwa ketiga terdakwa benar-benar melakukan kejahatan korupsi," ujarnya.
Umar pun menganggap bahwa putusan bebas ketiga terdakwa bukan akhir dari proses hukum atas terjadinya dugaan kerugian negara. "Apa pun yang terjadi, jika pada akhirnya putusan berkuatan hukum tetap, maka para pihak harus mematuhinya," katanya mengingatkan. (LHS)