Denpasar (Antara Bali) - Sebagian besar dari 1.400 desa adat di Bali telah membentuk kelompok pembacaan ayat-ayat suci agama Hindu (sekaa pesantian) yang menjadi pilar utama penyangga ketahanan dan kesinambungan seni budaya Bali.
Sekaa pesantian adalah kelompok pemberdayaan nonformal mempunyai kedudukan yang strategis dalam kehidupan seni budaya Pulau Dewata
Wadah itu tumbuh atas kesadaran dan kepedulian masyarakat serta mampu melahirkan seniman-seniman yang berkarisma (taksu), yang sanggup mengharumkan Bali dalam berbagai kegiatan di tingkat nasional maupun internasional.
Mereka itulah pendekar-pendekar seni budaya Bali yang senantiasa rela berkarya untuk pengorbanan suci (yadnya) tanpa pamrih, tanpa banyak menuntut, tutur Direktur Program Doktor Ilmu Agama Pascasarjana IHDN Denpasar Dr Ketut Sumadi, M.Par.
Terinspirasi hal itu Program Doktor Ilmu Agama Pascasarjana IHDN Denpasar bekerja sama dengan Komunitas Pengkajian Agama, Budaya, Pariwisata (PAGAR) menggelar pementasan kolaborasi kidung, tari dan lukis.
Pementasan kolaborasi yang melibatkan sekitar 25 mahasiswa program S-2 merupakan sebuah terobosan untuk menyajikan sebuah pementasan yang unik, menarik dan bermutu sekaligus menarik perhatian masyarakat.
Kegiatan pementasan yang juga bekerja sama dengan Bentara Budaya Bali (BBB) lembaga kebudayaan nirlaba Kompas-Gramedia di Ketewel, Gianyar Sabtu malam (25/1) juga diisi dengan diskusi menampilkan pembicara Dr Ketut Tanu, M.Si dan Made Surada yang mengulas kidung sebagai warisan budaya yang memiliki arti penting bagi umat.
Pada sisi lain seiring perubahan zaman, terjadi kemandegan kreativitas dalam mencipta genre kidung baru, di mana generasi muda cenderung mengabaikannya.
"Workshop menawarkan upaya memperluas apresiasi seni kidung melalui aneka kegiatan seni yang kontekstual dengan kekinian," ujar Ketut Sumadi.
Seniman lukis yang juga mahasiswa program S-2 IHDN Denpasar adalah Putu Sudiana Bonuz mengusung tema "Contemporary Genre Kidung Art and Line Dance".
Lewat pementasan kolaborasi itu diharapkan mampu mewujudkan satu proses penciptaan yang memungkinkan lahirnya kidung-kidung bersemangat kekinian.
Seni kidung itu kiranya tetap berakar pada nilai-nilai luhur kearifan lokal Bali, sekaligus penanda perihal ritual yang tengah berlangsung di tengah-tengah kehidupan masyarakat Pulau Dewata, sekaligus meresapi vibrasi magis spritualitas, dan mengukuhkan ikatan persaudaraan (manyamabraya).
Tetap Lestari
Tembang kidung di Bali tetap lestari diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kreativitas seni suara itu kerap kali mengejutkan, melahirkan beragam pola irama sejalan dengan dinamika perubahan zaman.
Proses transformasi kreativitas melahirkan aneka tembang kidung dengan irama yang unik sesuai dengan kekhasan masing-masing desa adat di Bali. Akan tetapi, terjadinya percepatan perubahan.
Hal itu berkat kemajuan teknologi informatika, melahirkan fenomena perubahan tata nilai dan pola kebiasaan masyarakat. Perubahan tersebut dinilai telah turut mengondisikan tidak berkembangnya seni kidung terutama di kalangan generasi muda.
"Tembang-tembang Kidung yang sering dilombakan lewat utsawa dharmagita dan secara terbatas ditembangkan dalam wadah pesantian saat piodalan dalam waktu sangat singkat selama prosesi ritual," tutur Ketut Sumadi, alumnus S-3 Kajian Budaya Universitas Udayana.
Kecenderungan itu lebih dipahami sebatas penyempurna upacara, di mana filosofi dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya kurang mendapat perhatian atau pendalaman.
Kegiatan pementasan kali ini menghadirkan seniman kidung dan penari arja, seperti Anak Agung Nuradi dan Ni Wayan Karti yang kini tengah menekuni kuliah di Program Studi Brahmawidya IHDN Denpasar.
Selain itu juga Dewa Ketut Wisnawa, S.Sn, M.Ag (seniman tari dan karyasiswa Program Doktor Pascasarjana IHDN Denpasar), Dr. I Made Surada, MA (pakar Kidung dan Pembantu Dekan Fakultas Brahmawidya IHDN Denpasar).
Perupa Putu Sudiana Bonuz, seniman lukis yang juga dosen ISI Denpasar, Dr I Wayan Sukayasa, M.Si. (pakar Kidung dan Ketua Program Doktor UNHI Denpasar), I Wayan Sujana, S.Sn, M.Sn (Suklu), Dr. I Ketut Tanu, M.Si. (pakar pendidikan dan Sekretaris Program Doktor Pascasarjana IHDN Denpasar) akan menyemarakkan pementasan tersebut.
Populerkan Kearifan Lokal
Pembacaan ayat-ayat suci agama Hindu (kidung) sangat membantu dalam memopulerkan nilai-nilai kearifan lokal Bali.
Kegiatan yang mengusung thema "Contemporary Genre Kidung Art and Line Dance". Hal itu didasarkan atas kondisi Bali memiliki banyak warisan pusaka budaya berupa tembang kidung yang dikumandangkan menyertai prosesi ritual keagamaan Hindu Bali.
Dulu, terlebih setelah dikenalnya teknologi pengeras suara tahun 1960-an, jika ada perayaan hari suci keagamaan di pura atau tempat-tempat yang disucikan, tembang-tembang kidung siang malam memenuhi ruang dan waktu kehidupan orang Bali.
Melantunkan tembang merupakan bagian dari proses yoga, olah pikiran, kata, dan tindakan melalui kreativitas seni budaya, menembangkan nilai-nilai kearifan hidup melintasi ruang dan waktu menuju harmonisasi.
Orang Bali saat mendengar tembang kidung mendayu-dayu dari desa seberang, atau ketika mendengarkan orang makidung, tidak hanya mendapat penanda adanya prosesi panjang sebuah ritual sedang berlangsung, tetapi juga mendapat siraman vibrasi magis spritualitas yang dihembuskan semilir angin alam pedesaan.
Sasmita alunan kidung dimaknai sebagai energi pembangkit daya berkreavitas di jalan-jalan kecemerlangan ikatan "manyamabraya", persaudaraan penuh kasih Yang Maha Pengasih.
Leluhur orang Bali dari generasi ke genarasi penuh percaya diri melakoni olah kreativitas menciptakan beraneka genre irama kidung. Proses transformasi kreativitas mencipta kidung berjalan seirama dinamika zaman dan alam pedesaan.
Dengan cara itu lahirlah berbagai nada dan irama kidung yang menjadi ciri khas masing-masing desa adat di Bali, dan diwarisi sampai sekarang. Fenomena sosialitas agama dan budaya tersebut kini menjadi masalah yang menarik dikaji dan ditelisik, mengapa terjadi kemandegan berkreativitas mencipta genre kidung di kalangan generasi penerus di tengah peradaban kontemporer.
Oleh sebab itu perlu terobosan untuk membangkitkan generasi muda agar tertarik kembali mempelajari dan menekuni warisan leluhurnya. Melalui pementasan kolaborasi kidung, tari dan seni lukis sekaligus diskusi mampu membangkitkan anak-anak muda untuk melestarikan seni budaya Bali, demikian harapan Dr Sumadi. (LHS)
Pementasan Unik Kolaborasi Kidung ,Tari, dan Lukis
Sabtu, 25 Januari 2014 15:58 WIB