Denpasar (Antara Bali) - Kepala Ombudsman RI Perwakilan Bali Umar Ibnu Alkhatab mengatakan Badan Pertanahan Nasional (BPN) kurang proaktif dalam menindaklanjuti kasus sengketa tanah yang dilaporkan oleh warga ke kantor Ombudsman setempat.
"Kami harapkan BPN agar proaktif menindaklanjuti kasus tersebut, tidak seperti sekarang ini," katanya di Denpasar, Jumat.
Umar mencontohkan laporan sengketa tanah yang dilaporkan pihak Nyoman Handries Prasetya ke Kantor Ombudsman Bali. Sertifikat ini dinilai bermasalah karena dalam satu objek tanah terdapat dua pipil berbeda.
Meski sudah melakukan klarifikasi dan mediasi, namun pihak BPN Denpasar hingga kini dinilai tidak proaktif dalam menyelesaikan kasus sengketa tanah itu.
"Belum ada perkembangan yang signifikan dari kasus tersebut, kami tetap komitmen akan selesaikan kasus di BPN, dan BPN kami harapkan proaktif untuk selesaikan kasus ini, kita berikan BPN agar ambil langkah-langkah untuk selesaikan kasus ini secepatnya," katanya.
Umar membantah tudingan BPN jika Ombudsman bekerja secara memihak. "Secara undang-undang, apa yang kami lakukan ini betul-betul independen, kita tidak bisa ditekan, atau diarahkan. Dalam kaitan dengan kasus BPN, tidak benar jika kami dikatakan memihak, kami independen, dengan melihat kasus itu secara lebih komprehensif. Jadi tidak benar ombudsman tidak independen seperti dituduhkan pihak BPN," ujarnya.
Ombudsman Bali sejauh ini sudah menerima lima laporan kasus sengketa tanah. Dari lima laporan itu, ada yang selesai, tetapi banyak juga tidak tuntas.
"Terkait hal ini, kami minta BPN lebih proaktif bantu kami dan masyarakat. Jika ada masyarakat yang lapor ke Ombudsman, ini bukan berarti kita memihak, karena memang itulah saluran dan mekanisme yang ada," katanya.
Sebelumnya diberitakan, diduga menerbitkan sertifikat tanah bermasalah, BPN Kota Denpasar dilaporkan ke kantor Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Bali. Laporan ini disampaikan pihak pelapor, yakni dr Nyoman Handries Prasetya.
Ia melaporkan penerbitan sertifikat tanah nomor 7369 atas nama Putu Yudistira.
"Pelapor menilai dalam terbitnya sertifikat tanah tersebut terdapat kejanggalan, setelah kita pelajari, secara substansi terdapat prosedur yang kurang jelas, itu termasuk mal administrasi," kata Asisten Bidang Pengawasan Ombudsman RI Perwakilan Bali Dhuha F. Mubarok, pada Kamis (12/12).
Sertifikat nomor 7369 yang terbit atas nama Yudistira, jelas Mubarok, dibuat atas dasar pipil (alas hak) nomor 27. Sementara pihak pelapor mengklaim tanah yang disertifikatkan tersebut merupakan obyek dengan pipil nomor 35 dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap di tingkat MA.
"Apa bisa dalam satu obyek tanah ada dua pipil sehingga terbit sertifikat atas nama Putu Yudistira. Kami sudah meminta konfirmasi, namun pihak BPN tidak juga memberi konfirmasi baik tertulis atau langsung.
Pada 11 Desember 2013, kemudian dilakukan mediasi antara pihak Putu Yudistira dan dr Nyoman Handries Prasetya. Mediasi ini dihadiri perwakilan BPN Kanwil Bali, dan perwakilan BPN Denpasar.
"Hasil mediasi, pihak BPN tidak bisa menjawab, kenapa ada satu sertifikat tanah yang terbit dengan dua alas hak (pipil) berbeda. Alasannya, warkah nya belum ketemu karena keterbatasan ruang arsip," kata Mubarok.
Ombudsman Bali mendorong agar BPN segera mendapatkan warkah dimaksud, dan segera menjelaskan kenapa sertifikat SHM nomor 7369 ini bisa terbit.
"Kami beri waktu sampai akhir Desember, jika BPN tidak bisa temukan warkah itu maka BPN Denpasar telah melakukan mal administrasi karena telah menghilangkan dokumen. Ini nanti juga akan kita sampaikan ke Ombudsman Pusat,"katanya.(I020)