Denpasar (Antara Bali) - Ribuan rakyat yang berasal dari Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali, memblokade jalan utama Singaraja-Gilimanuk untuk menuntut hak atas tanah yang sejak 22 tahun silam diperjuangkannya, Kamis.
Aksi massa yang didominasi oleh para petani, nelayan dan masyarakat adat mendesak Gubernur Bali dan Bupati Buleleng untuk menemuinya dan berdialog soal pemenuhan hak rakyat atas tanah di Desa Sumberklampok tersebut.
Aksi yang awalnya adalah melakukan doa bersama antara umat Hindu dan Islam yang dihadiri oleh unsur Muspika dan ketua DPRD Kabupaten Buleleng di Banjar Sumber Batok, Sumberklampok.
Namun, massa kecewa karena Gubernur Bali, Bupati Buleleng, Ketua DPRD Bali tidak hadir untuk melakukan doa bersama tersebut sekaligus membahas persoalan hak atas tanah di Sumberklampok.
Massa yang kecewa atas tidak adanya itikad baik dari Pemprov Bali akhirnya memblokade jalan utama poros Singaraja-Gilimanuk pada pukul 11.00 Wita dengan jumlah massa sebanyak 3000 orang.
Massa menuntut agar Pemprov Bali dan Pemda Buleleng berpihak pada rakyat Sumberklampok dengan memberikan hak atas tanah kepada rakyat yang berasal dari tanah terlantar seluas 624 Hektare.
"Rakyat Sumberklampok menggunakan pohon-pohon yang ditumbangkan, tenda serta menggunakan spanduk untuk menutup jalan, dan kami akan bertahan sampai tuntutan kami dipenuhi Gubernur Bali," kata Kepala Desa Sumberklampok Putu Artana.
Kepala Departemen Politik dan Jaringan Konsorsium Pembaruan Agraria DD Shineba mengatakan, aparat keamanan melakukan tindakan pencegahan kekerasan terhadap masa aksi.
"Kami berharap tidak ada provokasi dari aparat keamanan untuk membenturkan petani dengan pengguna jalan sehingga konflik horisontal bisa dihindarkan," katanya.
Sementara itu, tokoh masyarakat dan sekretaris KPA Bali Made Indrawati mengatakan, doa bersama dan aksi blokade jalan itu merupakan peringatan kepada segenap pengambil keputusan di Bali, khususnya Gubernur Bali untuk segera memberikan pengakuan dan rekomendasi hak atas tanah bagi segenap warga masyarakat.
"22 tahun kami berjuang dengan segala upaya sudah kami lakukan, namun selalu saja alasan Gubernur untuk menghindar," ujarnya. (WRA)