Nusa Dua (Antara Bali) - Pemerintah Indonesia mendorong adanya pembentukan instrumen internasional tentang perlindungan hak kekayaan intelektual yang menyangkut sumber daya genetik, pengetahuan tradisional, dan cerita rakyat (GRTKF) setelah 13 tahun melalui perundingan panjang.
"Sejauh ini belum ada kejelasan soal itu (instrumen internasional) disebabkan karena negara maju menolak adanya 'time frame' untuk finalisasi pembahasan tersebut," kata Wakil Tetap RI di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), WTO, dan organisasi internasional yang berkedudukan di Jenewa, Triyono Wibowo, usai pertemuan "Like Minded Countries" di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Selasa.
Menurut dia, sejak tahun 2000 melalui perundingan, namun hingga saat ini belum adanya instrumen hukum internasional yang mengikat untuk melindungan GRTKF.
Tak hanya itu, terdapat perbedaan tajam antara kepentingan negara maju dan berkembang yang belum satu suara dalam menangani berbagai elemen yang berkaitan dengan perpanjangan mandat komite juga menjadi lambannya proses perundingan.
"Negara berkembang juga lihat perlunya ada kejelasan, kapan kita bisa menyelenggarakan 'diplomatic conference', ini memerlukan mekanisme," ujarnya.
Senada dengan Triyono, Wakil Ketua Komite Antarpemerintah World Intellectual Property Organization (WIPO) Bebeb AKN Djundjunan menyatakan bahwa negara maju selama ini dinilai masih belum mau membagi keuntungan dengan negara berkembang, meskipun telah memanfaatkan sumber daya negara berkembang.
"Kita mempunyai hak diberikan keuntungan atau 'benefit sharing' dari apa yang sudah diindustrialisasikan oleh negara maju. Mereka menginginkan adanya suatu persyaratan. Itu yang masih kita perjuangkan," katanya. (DWA)
RI Dorong Instrumen Internasional Perlindungan HAKI
Selasa, 3 September 2013 14:17 WIB