Banda Aceh (Antara Bali) - Perajin alat musik tradisional jenis rapai mengaku kesulitan bahan baku untuk membuat sejenis instrumen musik pukul (perkusi) yang berfungsi pengiring tarian atau kesenian tradisional lainnya itu.
"Bahan baku utama untuk membuat rapai ini yakni kayu yang keras dan ini yang langka, sementara kulit masih mudah diperoleh," kata Ismail (40) di Banda Aceh, Minggu.
Pekerja ditempat pembuatan alat musik tradisional itu mengatakan untuk membuat rapai dengan kualitas baik harus mengunakan kayu keras seperti kayu nangka, merbau, medang-ara yang berumur ratusan tahun. "Kalau kayu biasa banyak, tapi kualitasnya juga kurang baik," katanya lagi.
Alat musik tradional Aceh yang berbentuk seperti tempayan atau panci ada berbagai macam ukuran yang bagian atas ditutup dengan kulit dan bagian bawahnya dikosongkan tersebut dijual antara Rp250 ribu hingga Rp2 juta per unit.
Jauhari salah seorang tokoh adat kota Banda Aceh mengatakan rapai merupakan alat musik pukul yang biasa digunakan pada upacara yang berhubungan dengan keagamaan, perkawinan, kelahiran dan permainan tradisional yaitu debus.
"Rapai itu dipukul dengan tangan dan lazim dimainkan secara berkelompok," katanya. Ia juga mengakui untuk bahan baku terutama kayu untuk membuat rapai itu sudah langka bahkan pembuatnya juga sudah sangat sulit ditemukan. (LHS)
Perajin Tradisional Kesulitan Bahan Baku
Minggu, 25 Agustus 2013 17:20 WIB