Denpasar (Antara Bali) - Guru besar Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Prof Dr I Wayan Dibia menilai keris sebagai salah satu warisan budaya nusantara diperlakukan secara istimewa dalam aktivitas keseharian masyarakat Bali.
"Keris selain digunakan dalam aktivitas seni juga untuk kelengkapan ritual dan adat," kata Prof Dibia ketika tampil sebagai pembicara utama dalam sarasehan bertema "Memaknai Taksu Keris Bali dalam Keragaman" serangkaian peringatan Hari Tumpek Landep, persembahan khusus untuk keris pusaka, di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan, keris di kalangan masyarakat Bali secara perorangan maupun kolektif hingga sekarang dijadikan benda pusaka yang suci dan sakral, karena diyakini memiliki suatu kekuatan yang khusus.
Di Bali hingga sekarang masih banyak terdapat keris yang "metaksu" yakni memiliki kekuatan spiritual yang diwarisi sejak dulu dengan cara membuat dan mendatangkan jenis benda itu dari berbagai daerah di Indonesia.
Prof Dibia yang menggunakan keris sebagai salah satu unsur seni dan kelengkapan dalam pagelaran itu menambahkan, untuk memahami keberadaan keris pusaka itu diperlukan eksplorasi terhadap konsep serta makna taksu pada keris pusaka dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat setempat.
Taksu keris pusaka itu perlu dieksplorasi untuk memaklumi akumulasi dan interaksi dari kekuatan-kekuatan internal dan eksternal yang masuk atau dimasukkan selama proses pembuatan keris hingga akhirnya menjadi benda pusaka.
Prof Dibia mengingatkan, dengan keyakinan yang kuat terhadap kekuatan taksu yang ada di dalamnya, keris pusaka akan digunakan untuk tujuan yang pada umumnya positif, meskipun tidak tertutup kemungkinan ada yang menggunakan untuk kegiatan negatif. (LHS)