Denpasar (ANTARA) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) RI Dwikorita Karnawati meminta Pemprov Bali menyiapkan strategi mitigasi bencana menjelang puncak musim hujan awal tahun.
Dalam keterangan yang diterima di Denpasar, Kamis, Kepala BMKG memperkirakan musim hujan mencapai puncaknya pada Januari–Februari 2026, sehingga curah hujan berpotensi tinggi dan dapat memicu bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, dan tanah longsor.
“Karena itu, pemerintah daerah, instansi teknis, serta masyarakat diminta meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan,” kata dia kepada Gubernur Bali usai Bali diterjang hujan hingga banjir besar bulan lalu.
“Penting dilakukan pemetaan wilayah rawan banjir bandang, pemeriksaan dini aliran sungai di kawasan perbukitan, serta penataan kembali badan sungai yang mengalami pendangkalan atau penyempitan,” sambung Dwikorita.
BMKG menyarankan Pemprov Bali menghentikan aktivitas penggalian di lereng perbukitan di daerah yang memiliki potensi longsor tinggi untuk mencegah risiko bencana yang lebih besar selama musim hujan.
“Segera evakuasi ke tempat yang lebih tinggi bila ada tanda-tanda banjir bandang, seperti air sungai yang naik cepat, suara gemuruh, atau bau lumpur yang menyengat,” ujarnya.
Menanggapi arahan tersebut, Gubernur Bali Wayan Koster langsung memerintahkan Kepala Pelaksana BPBD Bali untuk melakukan pemetaan daerah rawan banjir dan longsor serta menindaklanjuti hasilnya dengan tindakan lapangan yang cepat dan terukur.
Untuk antisipasi dan evaluasi pasca-banjir besar yang lalu, Koster mengatur fokus pada daerah aliran sungai (DAS) dari hulu hingga hilir.
“Langkah-langkah ini meliputi normalisasi sungai, penanaman kembali kawasan gundul, audit terhadap empat DAS besar yaitu Ayung, Badung, Mati, dan Unda, serta penertiban bangunan yang melanggar tata ruang di bantaran sungai,” ucap Wayan Koster.
Pemprov Bali mengambil strategi ini sejalan dengan kebijakan pembangunan berketahanan bencana dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 25 Tahun 2024 tentang Kajian Risiko Bencana Provinsi Bali 2025–2029.
Isinya mencakup kebijakan pembangunan yang berisiko bencana, pencegahan, tanggap darurat, hingga rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.
“Dengan adanya peta risiko dan peta kerentanan, pemerintah dapat lebih cepat dan tepat mengambil keputusan mitigasi serta memperkuat kapasitas daerah untuk memperkecil kerugian akibat bencana,” kata dia.
Untuk mitigasi bencana musim hujan, Bali menekankan keseimbangan dan keharmonisan alam beserta isinya, salah satu implementasinya adalah pelaksanaan konsep Danu Kerthi, yaitu penyucian dan pemuliaan sumber air yang meliputi danau, mata air, dan sungai sebagai nadi kehidupan di Bali.
“Selaras dengan arahan BMKG, Bali memiliki budaya dan kearifan lokal untuk melestarikan alam, salah satunya melalui perayaan Hari Raya Tumpek Wariga, pada hari itu masyarakat bergotong royong membersihkan sungai serta melakukan penanaman dan penghijauan di wilayah aliran sungai,” kata dia.
Komitmen pelestarian sumber daya air ini diperkuat melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pelindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut.
Di dalamnya diatur langkah pelestarian daerah tangkapan air, pengendalian pencemaran, serta pelibatan masyarakat adat melalui kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya air.
“Dengan landasan pergub ini, Pemprov Bali berkomitmen memperkuat sinergi antara kebijakan lingkungan dan mitigasi bencana, sehingga pengelolaan sumber daya air tidak hanya melestarikan alam, tetapi juga melindungi masyarakat dari risiko bencana hidrometeorologi,” ujarnya.
Gubernur Koster meyakinkan Kepala BMKG bahwa kerja sama yang erat antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat, maka Bali dapat menjadi provinsi yang tangguh terhadap risiko bencana serta mampu menjaga harmoni antara manusia dan alam.
