Denpasar (ANTARA) - Provinsi Bali kembali menunjukkan kekayaannya lewat sumber daya manusianya yang tekun dalam merawat seni dan budaya.
Kekayaan ini menjadi tidak ternilai harganya, sebab seni itu tidak hanya dijadikan hiburan yang menghasilkan cuan, melainkan wadah belajar dan menyampaikan pesan-pesan kebaikan.
Pada 2025, melalui Pesta Kesenian Bali (PKB) yang dinobatkan sebagai festival unggulan Karisma Event Nusantara (KEN) Kementerian Pariwisata, para seniman hadir untuk menggaungkan semesta yang harmonis lewat musik, tari, dan serangkaian atraksi.
Pesan harmoni semesta tidak hanya tersirat dalam setiap kisah makna di balik pertunjukan, melainkan peran-peran seniman muda yang dominan sebagai subjek yang akan menempati jagat di masa-masa mendatang.
Pesta Kesenian Bali
Memasuki tahun ke-47 penyelenggaraan PKB, Pemerintah Provinsi Bali terus berbenah, mengevaluasi festival, dan tahun ini menjadikan pestanya rakyat Bali sebagai pestanya alam juga.
Dengan mengusung tema Jagat Kerthi: Loka Hita Samadaya atau harmoni semesta raya, seni ingin memberi pesan bagaimana keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan dan alam semesta.
Bukan sekadar tema, dalam ajaran umat Hindu di Bali, Jagat Kerthi merupakan salah satu unsur Sad Kerthi atau landasan untuk menjaga alam semesta, bersama lima tindak lainnya yaitu Atma Kerthi, Segara Kerthi, Danu Kerthi, Wana Kerthi, dan Jana Kerthi.
Enam tahun terakhir konsep ini diambil pemerintah daerah dalam menjalankan kerja-kerja mereka, termasuk menjadikannya pondasi dalam festival seni tahunan.
Tahun ini sebagai bagian akhir dari Sad Kerthi, sedetail mungkin jagat dirayakan, mulai dari peed aya atau parade pembukaan yang pada Sabtu (21/6) menampilkan ribuan seniman dari sembilan kabupaten/kota dan ISI Bali.
Baca juga: Duta seni Badung ikuti Lomba Gender Wayang Anak-Anak PKB 2025
Kepala Dinas Kebudayaan Bali I Gede Arya Sugiarta di Denpasar mengatakan dalam parade yang ditonton ribuan pasang mata di depan Monumen Perjuangan Rakyat Bali itu, para seniman mengangkat tradisi desa adat masing-masing.
Terlihat desa adat digambarkan bak buana alit atau representasi dari jagat raya dalam ukuran yang lebih kecil, dilengkapi dengan ciri khasnya masing-masing, dari pakaian adatnya, tariannya, atraksi budayanya, hingga dolanan atau permainan sehari-harinya.
Pawai beragam kabupaten/kota ini menunjukkan ekspresi budaya keunikan masing-masing desa adat, ditambah atraksi seniman ISI Bali yang membawa Mudra Citta Siwa Nata Raja yang menggambarkan penguasa jagat raya, lengkap dengan alat musik dan peraga yang representatif dengan simbol-simbol alam.
Garapan ini mengisahkan bagaimana Siwa mencipta tata semesta dalam energi tarian kosmik, seluruh yang tumbuh memekar seanggun irama alami dan seluruh yang hidup bergerak berkarya mendandani bumi.
Lepas dari pawai, pesan-pesan harmoni kepada semesta berlanjut hingga 19 Juli 2025 di Taman Budaya Art Centre Denpasar.

Peran Seniman Muda
Dinas Kebudayaaan Bali mencatat ada lebih dari 500 sajian penampilan dengan 20 ribu seniman yang mengisi pesta seni tahun ini.
Selain peed aya, ada pula rekasadana (pagelaran), utsawa (parade), wimbakara (lomba), Bali World Culture Celebration (perayaan budaya dunia), kandarupa (pameran), kriyaloka (lokakarya), widyatula (sarasehan), Adi Sewaka Nugraha (penghargaan pengabdi seni), dan jantra tradisi Bali (pekan kebudayaan daerah).
Yang menarik pada tahun ke-47 ini, porsi bagi anak-anak dan remaja sangat besar. Penonton setia Pesta Kesenian Bali pasti akan menyadari separuh bulan penyelenggaraannya tak pernah luput dari kegiatan yang melibatkan para seniman muda.
Parade Gong Kebyar Anak-anak, Lomba Balaganjur Remaja, dan Lomba Gender Wayang Anak-anak adalah beberapa contohnya, di mana satu tim datang dengan empat hingga puluhan anak dan remaja.
60 persen dari keseluruhan seniman adalah anak-anak dan remaja, mereka mewujudkan tema dalam karya sambil pribadinya belajar memahami esensi dari tema ini.
Budayawan Prof I Made Bandem setidaknya tak perlu khawatir seni dan budaya Bali luntur, sebab para seniman muda itu membuktikan bagaimana mereka melindungi bumi sekaligus menjaga budaya.
Bali tak perlu takut saat melihat kemajuan zaman jika generasi mudanya terus dibekali, seperti bekal pemaknaan Sad Kerthi sebagai landasan dalam menjaga kehidupan tetap harmonis.
Budayawan juga sepakat bahwa mengimplementasikan konsep-konsep Sad Kerthi ke dalam karya seni bukan hal sulit, karena harmonisasi sudah menjadi nadinya manusia Bali.
Itu misalnya terlihat pada Sanggar Suara Murti sebagai duta Kabupaten Gianyar dalam Lomba Gender Wayang Anak-anak. Selain mempelajari ritme alat musik logam yang dipukul, para pelajar diminta memahami keadaan alam.
Menjaga alam diibaratkan menjaga kelestarian gender wayang yang semakin jarang dilirik.
Dalam setahun, empat siswi SMP dari Kabupaten Gianyar itu berlatih dan menemukan tiga materi yang akhirnya dibawakan di Pesta Kesenian Bali.
Mereka menemukan cerita yang sesuai untuk menggambarkan harmoni jagat semesta, yaitu musik cangak merengang atau burung bangau di tengah sawah, kisah perempuan, dan perjalanan prajurit ke medan perang.
Tidak hanya lewat makna pementasan, seniman muda juga menunjukkan antusiasnya dengan semangat menampilkan karya bahkan di tengah guyuran hujan lebat. Itu terjadi saat Parade Gong Kebyar Anak-anak yang menampilkan materi dolanan atau permainan sehari-hari duta Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng.
Malam itu hujan bagaikan alam yang menjadi teman mereka, dan anak-anak tetap tampil tak ingin menghentikan langkahnya membawa pesan-pesan kebaikan.
Pesta seni terbesar di Pulau Dewata ini mengajarkan besarnya kekuatan seni dan budaya tidak hanya untuk kebutuhan industri pariwisata, tapi untuk pelindungan alam.
Regenerasi selalu dibutuhkan, sehingga konsep-konsep baik yang turun-temurun dijalankan masyarakat Bali harus selalu ditanamkan ke generasi mendatang, sebab merawat seni sama dengan menjaga bumi.
