Denpasar (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melalui Stasiun Geofisika Denpasar memetakan potensi kemarau basah masih mewarnai cuaca di Provinsi Bali pada Juli 2025.
Kepala Stasiun Geofisika Denpasar Rully Oktavia Hermawan di Denpasar, Bali, Rabu, menjelaskan sifat hujan atas normal diperkirakan terjadi di Kecamatan Sukasada, Buleleng, Tejakula, Payangan, Bangli dan Kintamani.
Sebagian besar wilayah Bali diperkirakan sifat hujan normal dan bawah normal yang berpotensi terjadi di sebagian kecil Melaya, Kabupaten Jembrana.
Menurut BMKG, sifat hujan merupakan perbandingan antara jumlah curah hujan yang terjadi selama satu bulan dengan normal atau nilai rata-rata dari bulan tersebut.
Apabila nilai perbandingan terhadap rata-rata lebih besar dari 115 persen maka disebut sifat hujan atas normal, normal jika 85-115 persen dan bawah normal jika kurang dari 85 persen.
Sementara itu, untuk curah hujan pada Juli 2025 di Bali yakni 51-100 milimeter diperkirakan terjadi di sebagian besar kabupaten di Bali bagian tengah.
Kemudian curah hujan 101-150 milimeter diperkirakan terjadi di Kecamatan Penebel, Payangan, Tampaksiring, Bangli, Banjarangkan, Klungkung, Rendang, dan Sidemen.
Sedangkan curah hujan 151-200 milimeter diperkirakan terjadi di wilayah Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem.
Mengingat masih ada hujan saat kemarau, Stasiun Geofisika Denpasar mencatat masih terjadi sambaran petir di Bali.
Selama 1-8 Juni, tercatat ada total 422 sambaran petir, sebanyak 318 petir di antaranya merupakan petir dari awan ke tanah (cloud to ground/CG) dan sambaran petir di dalam awan (intracloud/IC) sebanyak 104 petir.
BMKG mengungkapkan petir dari awan ke tanah merupakan jenis petir yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan bangunan, kebakaran hingga kematian.
Paling banyak sambaran petir itu terjadi di Tabanan sebanyak 200 petir dan Buleleng mencapai 92 sambaran petir.
Meski banyak terjadi sambaran petir, namun ditinjau dari segi kerapatan wilayah, aktivitas petir itu termasuk kategori rendah yakni kurang dari delapan sambaran petir per kilometer persegi.
Selama Mei 2025 jumlah sambaran petir mencapai 372.392 kali atau naik dibandingkan April 2025 mencapai 188.661 petir.
Ada pun awan cumulonimbus (CB) merupakan awan yang paling sering menghasilkan sambaran petir.
Sementara itu, menurut BMKG kemarau basah adalah hujan masih turun secara berkala pada musim kemarau atau disebut juga sebagai kemarau yang bersifat di atas normal.
Kemarau basah dipicu oleh dinamika atmosfer regional dan global seperti suhu muka laut yang hangat, angin monsun aktif serta La Nina dan Indian Ocean Dipole (IOD) negatif.
Ada pun La Nina, yang saat ini sedang menuju fase netral, merupakan fenomena pendinginan suhu laut di Pasifik tengah yang bisa meningkatkan curah hujan di Indonesia, khususnya di wilayah dengan perairan hangat.
BMKG menyebutkan kemarau basah diperkirakan berlangsung hingga Agustus 2025 diikuti masa transisi (pancaroba) pada September–November dan musim hujan mulai Desember 2025 hingga Februari 2026.