Denpasar (Antara Bali) - Bali sebagai daerah tujuan wisata, identik dengan gemerincingan dolar yang dibelanjakan wisatawan mancanegara saat berliburan sambil menikmati panorama alam dan keunikan seni budaya Bali, sehingga masyarakatnya terkesan hidup sejahtera.
Kesan yang demikian itu tidak sepenuhnya sesuai kenyataan di tengah-tengah kehidupan masyarakat, karena kantong-kantong kemiskinan masih terdapat di sejumlah banjar dan desa pada delapan kabupaten dan kota di Bali.
Kantong-kantong kemiskinan tersebut sebagian besar dihuni para petani, peternak maupun nelayan yang bermukim di daerah pesisir, meskipun kawasan pantai sebagai besar berkembang menjadi kawasan wisata dengan sarana dan prasarana pendukung yang memadai.
Puluhan hotel dan restoran yang berjejer di sepanjang pantai dengan berbagai atraksi wisata yang sanggup menjadi daya tarik pelancong untuk mengunjungi Bali berulang kali tanpa merasa jenuh itu ternyata masih "menyimpan" keluarga-keluarga miskin yang tidak berdaya dalam bidang ekonomi, tutur Gubernur Bali Made Mangku Pastika.
Pria kelahiran Sanggalangit, Kabupaten Buleleng, 22 Juni 1951 atau 62 tahun yang silam itu menjelaskan, hingga kini Bali masih memiliki 168.780 penduduk miskin atau 3,9 persen dari jumlah penduduk, menurun dibanding 2011 yang tercatat 4,20 persen.
Terobosan Bali dalam mengentaskan kemiskinan itu menjadi terbaik kedua di Indonesia. Prestasi tersebut membuktikan bahwa berbagai program pengentasan kemiskinan telah memberikan hasil secara signifikan, termasuk program Gerbangsadu.
"Kita tidak boleh terlena, berbagai upaya harus terus dimantapkan. Paling penting bagaimana agar bisa membawa perubahan pola pikir rumah tangga miskin. Kami harapkan para kepala desa jangan menganggap ini beban," katanya sembari menegaskan Gerbangsadu sama sekali bukan program pencitraan pribadi.
Penduduk kurang mampu itu terdiri atas 91.440 orang bermukim di daerah perkotaan dan 77.340 orang di daerah pedesaan.
Oleh sebab itu Bali melakukan terobosan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan, terutama tingkat kemiskinan masyarakat di atas 35 persen melalui program Gerakan Pembangunan Desa Terpadu (Gerbang Sadu) Mandara (GSM).
Sebanyak 82 desa atau 11,62 persen dari 706 desa di Bali mempunyai tingkat kemiskinan yang cukup parah, karena lebih dari 35 persen masyarakat tergolong kurang mampu.
Sinergikan 48 program
Gerbang Sadu Mandara yang menjadi program unggulan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Provinsi Bali merupakan salah satu terobosan untuk mensinergikan 48 program yang bermuara ke daerah pedesaan.
Sebanyak 48 program yang dilaksanakan pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota di daerah ini belum membuahkan hasil yang maksimal, karena masyarakat pedesaan tetap saja miskin.
GSM yang mulai dilaksanakan tahun 2012 dengan menyasar ke-82, masing-masing desa mendapat kucuran dana sebesar Rp1 miliar, tutur Kepala BPMPD Provinsi Bali Putu Astawa.
Dari 82 desa yang menjadi sasaran GSM, lima desa diantaranya menjadi proyek percontohan yang digarap dalam APBD induk 2012 yang terdiri atas Desa Pejarakan, Kabupaten Jembrana, Loka Paksa, Kabupaten Buleleng, Desa Songan B Kabupaten Bangli, Bebandem Kabupaten Karangasem dan desa Jungutan, Nusa Penida, Kabupaten Klungkung.
Sedangkan sisanya 77 desa menjadi sasaran dalam APBD perubahan 2012 dengan mengucurkan dana sebesar Rp78,5 miliar.
Pemprov Bali pada anggaran perubahan APBD 2013 kembali akan membantu 100 desa, masing-masing Rp1 miliar melalui program Gerakan Pembangunan Desa Terpadu (Gerbangsadu) Mandara.
Gubernur Mangku Pastika pada sosialisasi Gerbangsadu Mandara menjelaskan 100 desa tersebut tersebar di semua kabupaten/kota di Pulau Dewata dengan tingkat kemiskinan di atas 25 persen.
Sebaran jumlah desa yang direncanakan menerima program Gerbangsadu melalui APBD Perubahan 2013 adalah, di Kabupaten Jembrana (7 desa), Tabanan (19), Badung (8), Gianyar (10), Klungkung (8), Bangli (10), Karangasem (11), Buleleng (21) dan Denpasar (6).
"Kami harapkan agar para kepala desa yang nanti akan menerima bantuan ini dapat bertanggung jawab menggunakan dana untuk menyejahterakan rakyat," ucapnya.
Mantan Kapolda Bali ini mengingatkan, seorang pemimpin yang mampu membawa kesejahteraan bagi rakyatnya merupakan bagian dari "manusa yadnya" (kewajiban manusia dalam ajaran Hindu).
"Manusa yadnya tak berhenti hanya sebatas kewajiban upacara anak dari baru lahir, nelubulanin (tiga bulanan) hingga pernikahan saja, tetapi termasuk pengentasan kemiskinan dan memberikan pendidikan yang layak," ujarnya.
Jika hasil evaluasi terhadap 82 desa penerima Gerbangsadu pada 2012 itu menunjukkan hasil yang bagus, maka direncanakan pada 2014 akan ditambah menjadi sekurang-kurangnya Rp3 miliar.
Belum dapat Persetujuan
Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Provinsi Bali I Putu Astawa menjelaskan, 100 desa yang akan menerima bantuan itu baru merupakan pengajuan dari eksekutif dan belum dibawa ke DPRD Bali untuk mendapat persetujuan.
Pihaknya jauh sebelumnya telah melakukan sosialisasi dan merekrut seorang pendamping yang nantinya memetakan potensi desa sebelum dana itu dikucurkan.
Dana yang diterima masing-masing desa sebesar Rp1 miliar, penggunaannya telah diatur sedemikian rupa yang terdiri atas 20 persen untuk pembangunan fisik, dan 80 persen untuk usaha ekonomi produktif.
Empat kabupaten di Bali yang menjadi fokus pemerintah provinsi untuk penanggulangan kemiskinan di antaranya Kabupaten Buleleng dengan 31 desa, Karangasem (30), sisanya di Kabupaten Klungkung dan Bangli dengan tingkat kemiskinan di atas 35 persen sesuai data badan pusat statistik (BPS) 2008.
Gerbang Sadu Mandara bertujuan untuk menumbuhkan kreativitas masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam, sehingga mampu membangun secara mandiri, menyediakan sarana dan prasarana peningkatan usaha ekonomi dan mengatasi pengangguran.
Program terobosan yang dilakukan Gubernur Bali Made Mangku Pastika itu dengan harapan mampu menangani masalah kemiskinan secara tuntas atau hingga menjadi hanya satu atau dua persen dari jumlah penduduk Pulau Dewata pada tahun 2015, harapnya.
Program khusus
Guru besar Universitas Udayana, Prof Dr I Wayan Windia, MS menyambut baik program terobosan yang dilakukan Pemprov Bali, karena upaya pengentasan masalah kemiskinan memerlukan sentuhan dan program khusus untuk memberdayakan masyarakat kurang mampu.
Kemiskinan struktural ekonomi itu hanya dapat diatasi dengan program yang dirancang secara khusus serta tenaga pendampingan untuk memberdayakan masyarakat miskin.
Pengentasan kemiskinan struktural ekonomi itu tidak bisa diatasi lewat program umum, karena hal itu tidak akan menyentuh masyarakat yang selama ini kurang beruntung dari segi ekonomi.
Windia mencontohkan, program bedah rumah yang membantu pembangunan rumah kepada masyarakat miskin maupun proyek lainnya tidak memberikan hasil yang maksimal dalam mengentaskan masalah kemiskinan.
Masyarakat miskin setelah mendapat bantuan rumah layah huni dalam perkembangan selanjutnya tetap saja miskin. Lewat program khusus Gerbang Sadu Mandara melibatkan tenaga-tenaga pendampingan yang khusus menyasar masyarakat kurang mampu.
Dengan program terobosan yang dirancang secara khusus itu diharapkan masalah kemiskinan di Bali dapat ditekan, bahkan ditangani secara tuntas, harap Prof Windia. (LHS)
Gerbang Sadu Mandara Entaskan Kemiskinan di Bali
Rabu, 1 Mei 2013 12:45 WIB