Oleh I Ketut Sutika
Denpasar (Antara Bali) - Aneka jenis hiasan penjor yang dibuat dari bahan baku lontar atau janur yang secara khusus didatangkan dari Sulawesi dipajangkan untuk dijual berjejer di sepanjang jalan Desa Kapal, Mengwi, Kabupaten Badung, Bali.
Desa yang berlokasi di tempat strategis di Jalur Denpasar-Tabanan-Gilimanuk (Bali barat) maupun ke jalur Kabupaten Buleleng (Bali utara) sebagian besar warganya menjual hiasan penjor yang sangat diperlukan untuk kelengkapan menyambut Hari Raya Galungan, hari kemenangan Dharma (kebaikan) atas Adharma (Keburukan).
Ni Nyoman Sumiarti (35), ibu dari seorang putra dan seorang putri menuturkan, pihaknya secara rutin menjelang Hari Suci Galungan menjual aneka jenis hiasan penjor yang dibuat secara unik dan menarik.
Setiap menjelang Galungan dan Kuningan, alumnus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Denpasar itu berusaha membuat atau menciptakan rancang bangun (disain) perhiasan penjor sehingga mampu menarik konsumen untuk membelinya.
Sedangkan suaminya I Made Sutama (38) melayani pembeli di depan rumahnya yang datang silih berganti sejak seminggu menjelang Galungan yang akan jatuh pada hari Rabu, 27 Maret 2013.
Kelengkapan satu set penjor berkisar Rp130.000 - Rp1 juta tergantung ukuran dan aneka jenis hiasan. Dengan kelengkapan modifikasi itu lebih praktis, karena hanya tinggal mengikat pada bambu sudah rampung.
Hal itu berbeda dengan menggunakan enau atau janur yang memerlukan waktu lebih lama untuk menghias bambu menjadi penjor untuk dipajangkan di depan pintu rumah tangga masing-masing pada hari Penampahan Galungan, Selasa, 26 Maret 2013.
I Made Sutama bersama istrinya Ni Nyoman Sumiarti yang membuat hiasan penjor, juga melayani pembuatan penjor dan langsung mengantarnya ke konsumen dengan harga Rp250.000 hingga Rp1.250.000 ditambah biaya transportasi tergantung jarak.
Pasangan suami istri itu merupakan salah seorang dari belasan warga Desa Kapal, Mengwi, Kabupaten Badung yang menjual perlengkapan penjor maupun penjor yang sudah jadi menjelang Galungan.
Demikian pula para pedagang di pasar-pasar tradisional, baik di kota maupun pedesaan salah satu matadagangan yang dijual adalah kelengkapan penjor, disamping alat-alat kebutuhan lainnya keperluan Galungan yang tinggal beberapa hari lagi.
Kondisi pasar tradisional di Kota Denpasar, khususnya pasar Badung maupun pasar-pasar di pinggiran kota lima hari menjelang Galungan pengunjungnya sangat membludak.
Akibat banyaknya permintaan mengakibatkan semua jenis keperluan Galungan harganya melambung tinggi, tutur Ni Putu Gina.
Janur yang menjadi bahan baku untuk membuat banten, rangkaian janur kombinasi bunga, kue dan buah harganya melonjak hingga 30-40 persen dari hari-hari biasanya.
Janur segar yang didatangkan dari daerah-daerah di Jawa timur maupun janur yang diawetkan didatangkan dari Sulawesi itu sebenarnya sudah sangat membantu, kalau hanya mengandangkan janur produksi Bali, mungkin harganya tidak terjangkau oleh masyarakat.
Bali menjelang Galungan ini mendatangkan janur dalam puluhan truk dari Jawa Timur, sehingga kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi, meskipun harganya sangat melonjak.
Oleh sebab itu tidak mengherankan janur untuk ukuran sekepal tangan orang dewasa atau 40 biji mencapai Rp15.000, padahal hari-hari biasa hanya Rp10.000.
Konsumen sebenarnya lebih banyak membeli janur yang didatangkan dari Jawa karena memiliki postur yang lebih lebar dan halus, namun kelemahannya tidak bisa tahan lama karena dalam tiga hari sudah kering.
Sementara janur lokal Bali postur lebih kecil dengan permukaan yang lebih lembut, namun mampu bertahan lebih lama.
Tampak di mana-mana
Hiasan penjor yang dipajangkan di depan pintu masuk rumah masing-masing akan tampak di mana-mana saat umat Hindu merayakan Hari Kemenangan Dharma (kebaikan) terhadap Adharma (keburukan) pada 27 Maret 2013.
Sementara para wanita mengenakan busana adat Bali sambil menjunjung sesajen (sesaji) didampingi suami atau putra-putrinya pergi ke Pura maupun tempat suci milik keluarga (merajan/sanggah).
Hiasan penjor penuh makna, menghiasi sepanjang jalan menambah kesemarakan daerah tujuan wisata Pulau Dewata yang tidak pernah sepi dari aktivitas ritual dan budaya.
Suasana semarak itu hampir terjadi di semua tempat, baik di perkotaan maupun pedesaan di Bali.
Hari suci Galungan menurut Ketua Program Studi Pemandu Wsata Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Dr I Ketut Sumadi M.Par, selain bermakna memperingati kemenangan Dharma (kebaikan) atas Adharma (keburukan) juga memberikan keheningan atas kemakmuran dan kesejahteraan yang dilimpahkan Ida Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa.
Hari Kemenangan Dharma sekaligus kebangkitan, "tangga" menuju pemusatan pikiran dan kesucian diri, agar umat manusia dalam menjalani kehidupan benar-benar suci dan bersih.
"Pikiran suci akan mampu menghilangkan semua pengaruh yang bisa membawa dampak negatif," kata Ketut Sumadi, alumnus S-3 Kajian Budaya Universitas Udayana.
Umat Hindu pada hari baik itu menghaturkan sesaji kepada Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) dalam semua manifestasinya, sebagai perwujudan rasa bhakti dan syukur atas segala kemakmuran yang dilimpahkan-Nya.
Bumi Dewata yang dihiasi penjor, serta tempat-tempat suci dipasangi kain aneka warna pada hari yang "istimewa" itu, bagaikan memancarkan sinar kedamaian, yang mampu memberikan kesejukan pada setiap hati sanubari umat manusia. (*/ADT)
Semarak Pedagang Penjor Jelang Galungan
Jumat, 22 Maret 2013 21:47 WIB