Denpasar (ANTARA) - Sejumlah akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Bali serta para tokoh berbagai profesi memberikan harapan atau keinginan agar Pilkada 2024 dapat menghasilkan pemimpin daerah dengan kebijakan yang pro rakyat.
"Janji-janji politik direalisasikan 50 persen saja sebenarnya sudah baik, tetapi seringkali pemimpin daerah lebih mengutamakan perintah induk partai dibandingkan janji politik pada rakyat," kata akademisi Universitas Mahasaraswati I Gusti Ayu Diah Yuniti di Denpasar, Sabtu.
Diah Yuniti menyampaikan hal tersebut dalam acara diskusi dengan tajuk "Menemukan Pemimpin dengan Kebijakan Pro Rakyat" dan sekaligus agenda peluncuran Doctor & Magister Club (DMC) yang diikuti puluhan tokoh Bali tersebut.
Pemimpin daerah dengan kebijakan yang pro rakyat, lanjut dia, termasuk juga harus membuat kebijakan atau regulasi yang pro perempuan.
Baca juga: Bawaslu Bali sasar 2.700 orang ikuti pengawasan partisipatif
Sementara itu, akademisi Pande Nyoman menyoroti untuk terpilihnya pemimpin daerah yang pro rakyat juga dihadapkan pada tantangan sikap pemilih yang berpikir masih instan dan tidak mau melihat rekam jejak calon peserta pilkada.
Dewa Arsana dan Nyoman Merta, akademisi lainnya berpandangan senada agar pemimpin daerah hasil Pilkada 2024 merupakan sosok yang tidak egois, yang bijaksana.
"Jika sudah terpilih, pemimpin daerah merupakan pemimpin milik bersama, dan tidak lagi menjadi pemimpin kelompok tertentu," ucapnya.
Nyoman Merta mengatakan pemimpin daerah harus memiliki integritas dan moral serta mau merangkul berbagai komponen masyarakat.
Dalam kesempatan itu, anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika meminta kaum intelektual dapat menunjukkan daya kritisnya pada perhelatan politik Pilkada Serentak 2024.
"Kebijakan pro rakyat itu adalah kebijakan yang dikehendaki oleh rakyat. Yang mereka mau diantaranya biaya sekolah dan kesehatan yang murah, dan mereka bisa hidup lebih sejahtera," kata Gubernur Bali periode 2008-2018 itu.
Baca juga: Penjabat Bupati Buleleng tak maju Pilkada, karena beberapa alasan
Ia pun menginginkan ke depan agar para intelektual atau cendekiawan tidak tinggal diam jika memang ada kebijakan pemerintah yang melenceng dan pers dapat menyuarakan yang sesungguhnya.
"Kaum cendekiawan harus mau berbicara sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi dan jangan sampai melacurkan diri ketika pemimpin yang menjalankan kebijakan tidak pro rakyat," ucapnya
Menurut Pastika, diakui saat ini ada fenomena keterbatasan calon pemimpin daerah karena calon pemimpin lahir melalui parpol, yang diharapkan ke depan kaum intelektual juga mau terjun dan masuk parpol.
"Namun tetap ada cara yakni tidak diam dan perlu keberanian. Jadi, hadirnya DMC ini bisa menjadi jembatan untuk itu. Ciri pemerintahan yang demokratis setidaknya ada tiga yakni transparan, akuntabel dan partisipasi publik," kata Pastika.
Pastika mengatakan saat ini banyak ahli bergelar doktor dan profesor yang semestinya ini bisa membuat Bali lebih bagus, sejahtera dan maju. "Saya menagih daya kritis dari para intelektual, sebelum kita terlambat," katanya.
Tokoh lingkungan Nyoman Baskara menambahkan agar pihak perguruan tinggi dapat ikut berperan dalam menentukan calon pemimpin daerah, demikian juga para netizen harus cerdas.
Sementara itu, tokoh pariwisata I Gusti Kompyang Aya juga berharap pemimpin harus mau mendengar aspirasi masyarakat.
Doctor & Magister Club (DMC) lahir sebagaimana disampaikan ketuanya I N. Mahardika juga bertujuan untuk menjembatani kalangan yang ingin meningkatkan jenjang pendidikannya ke tingkat lebih tinggi.