Kepolisian Daerah Bali menyatakan penetapan Anandira Puspita (34) adakah istri anggota TNI dari satuan Kesdam IX/Udayana Lettu CKM drg. Malik Hanro Agam menjadi tersangka atas dugaan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Bali Komisaris Besar Polisi Jansen Avitus Panjaitan saat menggelar konferensi pers di Mapolda Bali, Denpasar, Senin, mengungkapkan bahwa Anandira Puspita (AP) ditangkap bukan karena melaporkan dugaan suaminya melakukan perselingkuhan, tapi karena keterlibatannya dalam dugaan mentransmisikan data pribadi milik orang lain tanpa hak di sebuah akun media sosial.
"Kami tegaskan ini ada dua pokok permasalahan yang berbeda yang satu dilaporkan di tempat suami berdinas, yang satu adanya peristiwa memviralkan, memberikan informasi yang tidak sesuai dengan kebenaran, ini terkait UU ITE," kata Kombes Pol. Jansen.
Terkait dengan pemberitaan yang berkembang di media sosial yang menyatakan AP ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan atas laporan dugaan sang suami Lettu Agam dengan seorang wanita lain berinisial BA, ia menegaskan bahwa hal itu tidak benar.
Dengan kata lain, perkara dugaan perselingkuhan yang dilakukan oleh Lettu Agam dengan seorang wanita lain ditangani oleh Pomdam Udayana, bukan ditangani oleh Polresta Denpasar.
Polresta Denpasar melakukan penahanan terhadap AP berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh bahwa tersangka AP bersama dengan pemilik akun media sosial Instagram @ayoberanilaporkan6 milik tersangka Hari Soeslistya Adi (38) melakukan perbuatan pidana berupa mengambil, mentransmisikan, data elektronik berupa foto-foto milik korban BA, serta screenshot percakapan WhatsApp tersangka AP dengan korban BA.
Mantan Kapolresta Denpasar itu menjelaskan bahwa penangkapan terhadap AP berdasarkan LP/B/25/I/2024/SPKT/POLRESTA DENPASAR/POLDA BALI tanggal 21 Januari 2024, dengan pelapor atas nama Ahmad Ramzy Ba'abud.
Sementara itu, Kapolresta Denpasar Kombes Pol. Wisnu Prabowo membantah penangkapan terhadap AP secara paksa.
"Kami melakukan penangkapan secara paksa, itu tidak benar. Bahwa pada saat kami melakukan upaya penangkapan saat itu, tidak jadi karena tersangka membawa anaknya," kata Wisnu Prabowo.
Pada saat penangkapan pertama kali pada hari Kamis (4/4) sekitar pukul 14.00 Wita di SPBU Cibubur, Jalan Trans Yogi Cibubur, Jawa Barat, AP yang berprofesi sebagai dokter gigi itu meminta agar pulang terlebih dahulu ke rumahnya di Legenda Wisata Blok G 1/36, Wanaherang, Gunung Putri, Bogor.
Keluarga AP juga menolak untuk penahanan karena AP masih harus menyusui anaknya yang masih balita.
Karena pertimbangan kemanusiaan, Polresta Denpasar kemudian membatalkan penahanan, lalu melayangkan surat panggilan kepada AP pada tanggal 5 April 2024 untuk datang menghadiri pemeriksaan di Mapolresta Denpasar.
Pada hari Senin (8/4), AP hadir memenuhi panggilan penyidik di Polresta Denpasar untuk memberikan keterangan.
Setelah diperiksa beberapa waktu, penyidik menahannya. Namun, dialihkan menjadi tahanan rumah. Selanjutnya ditempatkan di Rumah Aman UPTD PPA Provinsi Bali, Jalan Raya Pemogan Denpasar Selatan dengan pendampingan dari Satreskrim Polresta Denpasar.
Setelah diperiksa beberapa waktu, penyidik menahannya. Namun, dialihkan menjadi tahanan rumah. Selanjutnya ditempatkan di Rumah Aman UPTD PPA Provinsi Bali, Jalan Raya Pemogan Denpasar Selatan dengan pendampingan dari Satreskrim Polresta Denpasar.
Tersangka AP dijerat dengan Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Berdasarkan surat permohonan penangguhan yang diajukan oleh kuasa hukum, Polresta Denpasar menangguhkan penahanan terhadap AP karena permintaan dari keluarga AP.