Denpasar (ANTARA) - BUMD PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) atau Bank BPD Bali memetik kinerja positif baik dari sisi debitur dan perbankan setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerapkan relaksasi kredit ke para debitur terdampak COVID-19.
“Stimulus restrukturisasi terbukti ampuh dalam mendorong penguatan pelaku UMKM termasuk juga ke perbankan,” kata Direktur Utama Bank BPD Bali I Nyoman Sudharma di Denpasar, Selasa.
Pihaknya optimistis setelah kebijakan restrukturisasi kredit itu resmi berakhir pada 31 Maret 2024 kinerja tetap berada di jalur positif karena didukung perekonomian di Pulau Dewata yang mulai bangkit.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Bali, ekonomi Bali mampu tumbuh 5,71 persen pada 2023 atau lebih tinggi dibandingkan 2022 mencapai 4,84 persen.
Bahkan, pertumbuhan ekonomi pada 2023 itu sudah melampaui pertumbuhan pada 2019 atau sebelum COVID-19 melanda yang mencapai 5,60 persen.
Baca juga: Bank BPD Bali siapkan Rp600 miliar isi ATM saat libur Lebaran
Sejak 2020, bank pelat merah itu mengambil langkah antisipasi sebagai upaya mitigasi risiko berkaitan dengan pencabutan kebijakan restrukturisasi kredit itu.
Antisipasi itu di antaranya melakukan pengawasan ketat terhadap kredit yang bermasalah untuk menangkal tren pemburukan kredit yang didukung oleh kemampuan analisis kredit.
Selain itu, kata dia, selektif dalam melakukan restrukturisasi kredit khususnya kredit yang berulang dan melakukan pembentukan cadangan atas kredit bermasalah secara konservatif.
Bank milik pemerintah daerah di Bali itu juga melepas atau menghapus penandaan atas restrukturisasi kredit terdampak pandemi COVID-19 secara bertahap.
Penandaan dihapus, lanjut dia, apabila debitur telah memenuhi kewajiban sesuai perjanjian kredit terakhir.
“Penandaan ini merupakan aspek penting untuk mengecualikan kredit restrukturisasi dari penghitungan kualitas yang rendah di bank,” imbuh Sudharma.
Baca juga: BPD Bali bagikan dividen Rp553,6 miliar untuk tahun buku 2023
Melalui strategi tersebut, realisasi kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) dapat terjaga pada level 1,29 persen per posisi Februari 2024.
Kemudian secara kuantitatif, terjadi penurunan outstanding atas kredit restrukturisasi COVID-19 sebesar 12,2 persen dari Desember 2023 sebesar Rp929 miliar menjadi Rp816 miliar pada Februari 2024.
Dengan demikian, penurunan tersebut berdampak pada penurunan rasio kredit kualitas rendah (loan at risk/LAR) dari 8,41 persen pada Desember 2023 menjadi 8,06 persen pada Februari 2024.
Tak hanya kualitas debitur membaik, kebijakan itu juga mendukung permodalan bank yang relatif kuat dalam melakukan ekspansi dan mitigasi risiko.
Buktinya, kata dia, rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) bank dapat meningkat dari sebesar 25,38 persen pada Desember 2023 menjadi 26,32 persen pada Februari 2024.