Kuta, Bali (ANTARA) - PT Bank CIMB Niaga Tbk menyasar Bali sebagai salah satu pasar potensial di tanah air dalam menyerap kucuran kredit dan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) karena sektor pariwisata yang mulai pulih setelah terdampak COVID-19.
“Kami berharap bisa membantu ekonomi di Bali sejalan rebound (kebangkitan) sektor pariwisata,” kata Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Jumat.
Bank dengan kode di lantai bursa BNGA itu mencermati industri jasa, makanan dan minuman yang berkaitan erat dengan pariwisata sudah mulai tumbuh positif setelah terdampak berat akibat pandemi COVID-19.
Total ada 16 kota di tanah air yang juga dibidik selain Bali di antaranya di luar Jakarta, Surabaya dan Medan yakni Makassar serta kota lain di wilayah Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Sumatera.
Baca juga: CIMB Niaga nantikan BI Rate turun guna genjot KPR
Secara spesifik ia menargetkan mampu menyalurkan kredit di Bali dengan pertumbuhan mencapai 8-10 persen dan dana pihak ketiga mencapai kisaran 12-13 persen pada 2024.
Ada pun secara nasional, target bank swasta itu untuk realisasi kredit pada 2024 tumbuh mencapai 8 persen dan untuk realisasi DPK mencapai 10 persen.
Target 10 persen DPK itu tergolong ambisius mengingat pertumbuhan pada 2023 mencapai 3,8 persen sebesar Rp235,9 triliun.
“Kami upayakan dengan cara digitalisasi misalnya membuka rekening melalui ponsel secara daring dalam beberapa menit sudah bisa,” katanya.
Selain itu, mendirikan kantor cabang digital salah satunya di Canggu, Kabupaten Badung, Bali dengan layanan membuka rekening melalui instrumen digital tanpa mendatangi gerai petugas dengan bermodalkan kartu tanda penduduk (KTP).
Ada pun dari sisi kinerja realisasi kredit BNGA pada 2023 mencapai Rp213,4 triliun atau naik 8,5 persen yang bersumber dari pertumbuhan kredit korporasi, kemudian UMKM dan kredit konsumsi.
Baca juga: CIMB Niaga godok sistem bank umum syariah
Tahun ini pihaknya masih memproyeksi pertumbuhan kredit tetap kisaran 8 persen karena segmentasi kredit korporasi yang diperkirakan melandai, namun tetap fokus di UMKM dan ritel.
Sementara itu, terkait berakhirnya masa restrukturisasi kredit karena COVID-19 pada Maret tahun ini, dinilai tidak mempengaruhi kualitas kredit.
Ia mencatat angka kredit bermasalah (NPL) secara nasional pada 2023 mencapai 2 persen, lebih rendah dibandingkan pada 2022 mencapai 2,8 persen.
“Dampak terhadap kualitas aset, saya rasa sudah tidak ada yang berasal dari restrukturisasi COVID,” katanya.