Denpasar (Antara Bali) - Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali mengimbau calon gubernur dan wakil gubernur yang akan "bertarung" pada pemilihan kepala daerah Mei mendatang agar tidak menggunakan simbol-simbol adat untuk kepentingan politik.
"Kami juga mengimbau jangan sampai desa pakraman (desa adat) terseret ke dalam politik praktis," kata Ketua MUDP Bali Jero Gede Putus Suwena Upadesha di sela-sela Pelatihan Penyelesaian Wicara (kasus) Adat, di Denpasar, Selasa.
Ia meminta jangan sampai untuk mengumpulkan warga saat bersosialisasi dengan membunyikan kentongan (kulkul) banjar ataupun mengadakan pertemuan politik di pura.
"Dulu bahkan ada yang sampai mem-pasupati (menyucikan) bendera parpol di Pura Dalem. Untuk pilkada maupun pemilu legislatif ke depannya ini, kami harapkan praktik seperti itu tidak terjadi lagi," ujarnya.
Suwena menyadari memang setiap warga negara berhak berpartisipasi dalam hajatan politik. Hanya saja dalam hubungannya dengan adat dan agama di desa pakraman tetap ada batasan-batasan yang harus dipatuhi.
"Jangan sampai kita sebagai krama desa pakraman terjerumus ke dalam suatu langkah yang bertentangan dengan norma adat dan agama. Misalnya jangan karena ada perbedaan warna, partai, dan pilihan menjadikan masyarakat berantem hingga berkonflik," ujarnya.
Konflik semacam itu, jelas dia, tentu saja bertentangan dengan ajaran agama. Dalam ajaran Agama Hindu disebutkan filosofi "wasudewa kutumbakam" yang artinya semua umat pada dasarnya bersaudara. (LHS)
Cagub Bali Jangan Gunakan Simbol Adat
Selasa, 29 Januari 2013 14:57 WIB